Representasi visual warna kebanggaan AC Parma.
AC Parma, atau yang lebih dikenal sebagai Parma Calcio 1913, adalah salah satu klub sepak bola Italia yang memiliki sejarah penuh gejolak, kebangkitan dramatis, dan momen-momen kejayaan yang tak terlupakan di kancah Eropa. Meskipun basis mereka berada di kota Parma, wilayah Emilia-Romagna, pengaruh mereka terasa jauh melampaui batas kota tersebut, terutama pada era keemasan mereka di akhir abad ke-20.
Periode paling gemilang dalam sejarah AC Parma terjadi antara akhir 1980-an hingga akhir 1990-an. Berbekal dukungan finansial yang kuat dari kelompok industri lokal, Parma bertransformasi dari tim promosi menjadi kekuatan disegani di Serie A. Mereka bukan sekadar tim medioker; mereka adalah tim yang mampu menumbangkan raksasa seperti AC Milan, Juventus, dan Inter Milan secara konsisten.
Dibawah asuhan pelatih legendaris seperti Nevio Scala dan kemudian Alberto Malesani, Parma membangun skuad yang diisi oleh bintang-bintang kelas dunia. Nama-nama seperti Gianfranco Zola, Hernán Crespo, Roberto Baggio, Dino Baggio, dan kiper legendaris Gianluigi Buffon pernah mengenakan maglia (jersey) Gialloblu (kuning-biru) ini. Kombinasi talenta Italia dan pemain asing berkualitas tinggi inilah yang membawa Parma meraih trofi-trofi besar pertama mereka.
Apa yang membuat AC Parma begitu istimewa adalah kecepatan mereka meraih gelar Eropa. Pada tahun 1992, Parma berhasil memenangkan Piala Winners Eropa (sekarang Liga Eropa UEFA). Kemenangan ini merupakan penanda bahwa mereka telah resmi menjadi pemain serius di panggung internasional. Gelar ini diikuti dengan Piala Super Eropa pada tahun yang sama.
Namun, puncak kejayaan mereka sering dikaitkan dengan Piala UEFA. Parma memenangkan kompetisi ini dua kali. Kemenangan pertama diraih pada musim 1994/1995, di mana mereka menaklukkan tim kuat seperti Bayern Munich dan Newcastle United dalam perjalanan mereka. Gelar Piala UEFA kedua mereka datang pada musim 1998/1999, menandai puncak efektivitas tim di bawah Malesani, mengalahkan tim-tim kuat lain di fase akhir. Pada periode yang sama, mereka juga meraih Coppa Italia, melengkapi lemari trofi mereka dengan pencapaian domestik yang signifikan.
Sayangnya, kemegahan di lapangan tidak selalu sejalan dengan stabilitas finansial di belakang layar. Krisis ekonomi global dan masalah internal manajemen menyebabkan keruntuhan finansial yang dramatis pada awal milenium baru. Parma sempat mengalami kesulitan pembayaran gaji dan akhirnya mengalami degradasi ke Serie B.
Tragedi ini mencapai titik terendah ketika klub secara resmi dinyatakan bangkrut. Namun, semangat sepak bola di Parma tidak padam. Klub didirikan kembali dengan nama baru, Parma Calcio 1913, dan dipaksa memulai perjalanan mereka dari kasta terendah sepak bola Italia, Serie D.
Proses pemulihan Parma adalah kisah inspiratif tentang ketahanan komunitas. Dengan dukungan suporter yang setia dan manajemen baru yang lebih berhati-hati, tim ini berhasil promosi berturut-turut. Mereka menunjukkan semangat juang yang mengingatkan publik pada identitas Gialloblu yang keras kepala. Setelah melewati Serie D dan Serie C, Parma akhirnya kembali ke Serie B, dan tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk merebut tiket promosi kembali ke Serie A.
Kembalinya AC Parma ke Serie A disambut dengan sukacita besar. Meskipun saat ini mereka mungkin belum mampu menandingi kekuatan finansial era 1990-an, kehadiran mereka di kasta tertinggi Italia adalah bukti nyata bahwa warisan dan semangat Parma Calcio tetap hidup. Mereka terus menjadi simbol bahwa sejarah besar bisa bangkit kembali dari abu. Kisah mereka adalah pengingat bahwa sepak bola sejati bukan hanya tentang uang, tetapi tentang gairah, komunitas, dan kemampuan untuk bangkit setelah jatuh.