Batik Solo, dengan sejarah panjangnya yang berakar kuat pada tradisi keraton, menyimpan mahakarya yang tak lekang oleh waktu. Di antara sekian banyak ragam hiasnya, motif Parang Kusumo menempati posisi istimewa. Motif ini bukan sekadar pola geometris yang disusun apik, melainkan sebuah narasi visual tentang kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan spiritual yang diwariskan turun-temurun oleh para pujangga dan seniman batik di wilayah Surakarta Hadiningrat.
Parang Kusumo, secara harfiah merujuk pada 'parang' (garis diagonal berulang) yang melambangkan ombak samudra, dan 'kusumo' yang berarti bunga atau bangsawan. Kombinasi ini menciptakan visual yang dinamis namun tetap elegan. Di Solo, proses pembuatan batik Parang Kusumo sangat dijunjung tinggi. Setiap goresan canting harus memiliki filosofi mendalam. Motif ini sering kali dikaitkan dengan harapan akan kemuliaan hidup dan ketahanan menghadapi cobaan, layaknya ombak yang tak pernah lelah menerpa karang.
Ilustrasi pola Batik Parang Kusumo khas Solo.
Batik Solo Parang Kusumo tradisional seringkali didominasi oleh palet warna yang bersahaja, terutama yang berasal dari pewarna alami. Warna sogan (cokelat kekuningan hingga cokelat tua) yang dihasilkan dari akar mengkudu atau bahan alami lainnya adalah jiwa dari batik Solo. Warna ini melambangkan bumi, kesederhanaan, dan kedewasaan spiritual. Dipadukan dengan warna indigo (biru tua) yang melambangkan langit atau kedalaman pemikiran, serta warna putih kapas sebagai latar atau isian, terciptalah kontras yang menenangkan namun berwibawa.
Keunikan lain dari produksi di Solo adalah teknik pewarnaan yang disebut *nglorod*, di mana lilin dilepaskan setelah proses pencelupan berulang. Proses ini menuntut ketelitian luar biasa dari para pembatik agar motif Parang Kusumo tetap tajam tanpa luntur ke area yang seharusnya tetap putih atau berwarna dasar. Kualitas batik Solo sering diukur dari seberapa halus dan presisi garis diagonalnya saat diamati dari dekat.
Dahulu kala, motif Parang Kusumo dianggap sakral dan penggunaannya sangat terbatas. Motif ini umumnya hanya diperuntukkan bagi keluarga keraton atau bangsawan tinggi. Alasannya adalah filosofi yang terkandung di dalamnya; motif ini dipercaya membawa aura perlindungan dan wibawa kepada pemakainya, sangat cocok untuk upacara adat penting, penobatan, atau pertemuan kenegaraan. Memakai Parang Kusumo berarti mengenakan restu dan doa leluhur.
Meskipun kini batik Solo Parang Kusumo telah lebih terbuka untuk masyarakat umum, nuansa keagungannya tetap terasa. Pengrajin kontemporer di Solo terus berinovasi, menggabungkan teknik tradisional dengan sentuhan modern, namun inti dari pola Parang Kusumo—garis diagonal yang tak pernah terputus—selalu dipertahankan sebagai simbol kesinambungan dan perjuangan hidup yang terhormat.
Bagi para kolektor dan pecinta tekstil nusantara, selembar kain batik Parang Kusumo Solo adalah investasi budaya. Ia menceritakan babak penting dalam sejarah seni rupa Indonesia, sebuah warisan yang terus hidup melalui helaian benang dan malam panas yang membatasi warna. Keindahan Parang Kusumo bukanlah keindahan yang mencolok, melainkan keindahan yang berbicara tentang ketenangan batin dan penghormatan terhadap tradisi luhur. Mengapresiasi batik ini sama dengan menghargai kearifan lokal Jawa yang tak ternilai harganya.