Representasi simbolis dari bek tengah yang membela panji Rossoneri.
Transfer Leonardo Bonucci ke AC Milan pada tahun 2017 adalah salah satu saga transfer paling mengejutkan di Serie A. Sebagai kapten Juventus dan bek tengah terbaik di Italia saat itu, keputusannya untuk meninggalkan Turin dan bergabung dengan proyek ambisius AC Milan yang baru di bawah kepemilikan Yonghong Li benar-benar mengguncang jagat sepak bola Italia. Era Bonucci di San Siro, meskipun singkat, meninggalkan jejak signifikan, terutama dalam hal kepemimpinan dan ekspektasi yang tiba-tiba melambung tinggi.
Harapan Besar di Tengah Restrukturisasi
Bonucci tiba di Milanello dengan status marquee signing. Klub telah menghabiskan banyak dana untuk mendatangkan talenta muda dan berpengalaman, dan kehadiran Bonucci dimaksudkan untuk menjadi jangkar pertahanan serta mentor bagi para pemain muda seperti Alessio Romagnoli. Kontrak lima tahun yang ditandatangani menunjukkan komitmen jangka panjang, dan ia langsung dianugerahi ban kapten, sebuah kehormatan besar yang jarang diberikan kepada pemain baru.
Fans Rossoneri mengharapkan Bonucci membawa kembali mentalitas pemenang yang telah ia tanamkan selama bertahun-tahun di Juventus. Mereka berharap bek tangguh ini menjadi pilar yang mampu menahan gempuran lawan sekaligus membangun serangan dari lini belakang, sebuah peran yang sangat ia kuasai. Sayangnya, musim 2017/2018 menjadi periode transisi yang sulit bagi seluruh tim. Meskipun Bonucci bermain hampir di setiap pertandingan liga, inkonsistensi tim secara keseluruhan menghambat potensi pertahanan yang seharusnya bisa terbentuk.
Statistik dan Performa di Lapangan
Secara individu, penampilan Bonucci tidak bisa dibilang buruk, namun juga tidak mencapai standar elit seperti saat ia di Juventus. Ia membawa pengalamannya, namun chemistry pertahanan AC Milan yang saat itu sedang membangun ulang fondasinya membutuhkan waktu adaptasi yang lebih lama. Dalam 35 penampilan Serie A musim tersebut, Bonucci menunjukkan kemampuan distribusinya yang akurat, seringkali menjadi titik awal serangan Milan. Namun, ketegangan di ruang ganti dan perubahan pelatih (dari Vincenzo Montella ke Gennaro Gattuso) menambah dinamika yang tidak stabil.
Performa kolektif Milan pada musim itu cenderung medioker di liga, meskipun mereka berhasil mencapai final Coppa Italia. Bagi seorang pemain yang dibeli untuk memenangkan Scudetto, posisi keenam di liga jelas terasa mengecewakan. Tekanan untuk tampil sempurna terus menghantui sang bek tengah veteran tersebut.
Keputusan Mengejutkan: Kembali ke Juventus
Hanya satu musim setelah kedatangannya yang sensasional, Leonardo Bonucci kembali membuat kejutan. Di tengah ketidakpastian finansial dan perubahan arah strategis di jajaran direksi Milan, Bonucci menyuarakan keinginannya untuk kembali ke Juventus. Keputusan ini menuai banyak kritik dari pendukung Milan yang merasa dikhianati setelah janji besar yang menyertai kedatangannya.
Transfer kembali ke Juventus diresmikan pada bursa transfer musim panas berikutnya. Keputusan ini sering disebut sebagai salah satu contoh paling jelas betapa sulitnya membangun kembali sebuah tim besar dari nol. Meskipun Bonucci adalah pemain kelas dunia, ia gagal menemukan stabilitas dan kebahagiaan yang ia cari di bawah bendera Rossoneri. Era Bonucci di AC Milan berakhir secepat ia memulainya, menyisakan pelajaran berharga tentang dinamika transfer besar dan pentingnya stabilitas klub di balik investasi pemain bintang. Meskipun singkat, namanya akan selalu tercatat dalam sejarah modern Milan sebagai salah satu saga transfer paling dramatis.