Mengenal Lebih Dekat: Apa Itu Geguritan?

Geguritan adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jawa modern yang populer. Berbeda dengan tembang tradisional seperti Macapat yang terikat oleh aturan metrum (guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu), geguritan menawarkan kebebasan berekspresi yang lebih luas. Istilah 'geguritan' sendiri berasal dari bahasa Jawa, dan meskipun bentuknya modern, ia tetap membawa kekayaan kearifan lokal serta nuansa spiritualitas Jawa.

Dalam konteks sastra Jawa kontemporer, geguritan seringkali diartikan sebagai puisi bebas yang menggunakan bahasa Jawa (bisa bahasa Jawa murni, Jawa Krama, atau bahkan campuran dengan bahasa Indonesia) tanpa terikat patokan baku seperti yang ada pada puisi klasik. Kebebasan inilah yang memungkinkan penyair untuk menyuarakan isu-isu kontemporer, perasaan pribadi yang mendalam, hingga kritik sosial dengan cara yang lebih lugas dan langsung.

Ciri-Ciri Utama Geguritan

Untuk memahami apa itu geguritan, penting untuk mengetahui karakteristik utamanya. Meskipun disebut puisi bebas, geguritan tetap memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari prosa biasa:

  1. Bebas Tanpa Patokan (Bebas Metrum): Ini adalah ciri paling menonjol. Tidak ada aturan baku mengenai jumlah suku kata per baris, jumlah baris per bait, atau rima akhir.
  2. Menggunakan Bahasa Jawa: Meskipun dimungkinkan adanya pencampuran, inti dari geguritan adalah penggunaan bahasa Jawa yang indah dan puitis. Bahasa yang digunakan cenderung kaya akan diksi dan citraan.
  3. Sarana Ekspresi Jiwa: Geguritan sangat menekankan pada ungkapan perasaan (rasa) penyair. Tema yang diangkat seringkali bersifat personal, filosofis, atau reflektif terhadap alam semesta dan kehidupan.
  4. Amanat/Pesan Moral: Seperti kebanyakan sastra tradisional, geguritan seringkali menyisipkan amanat atau pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca atau pendengar.
  5. Irama dan Musikalitas: Walaupun bebas metrum, geguritan sangat memperhatikan irama internal (rima di tengah baris) dan alunan bunyi kata-kata (asonansi dan aliterasi) untuk menciptakan keindahan musikal saat dibacakan.

Perbedaan dengan Puisi Klasik (Macapat)

Perbedaan paling mendasar antara geguritan dan Macapat terletak pada struktur. Macapat adalah puisi bernilai luhur yang diciptakan untuk didendangkan, di mana setiap tembang (pupuh) memiliki aturan ketat. Misalnya, tembang Dhandhanggula harus memiliki 10 baris dengan pola suku kata tertentu.

Sebaliknya, geguritan adalah respons sastra modern terhadap tuntutan zaman. Penyair geguritan membuang beban aturan formal tersebut, memungkinkan fokus sepenuhnya tertuju pada kedalaman makna dan kekuatan imaji. Jika Macapat adalah arsitektur yang terstruktur, maka geguritan adalah aliran sungai yang bebas namun tetap mengalirkan air kehidupan.

Ilustrasi pena menulis puisi di bawah daun

Fungsi dan Relevansi Geguritan Saat Ini

Di era digital ini, di mana kecepatan informasi sering mengalahkan kedalaman, geguritan masih memiliki peran krusial. Ia berfungsi sebagai jembatan pelestarian bahasa daerah sekaligus media katarsis bagi masyarakat.

Geguritan digunakan untuk:

Proses penciptaan geguritan memerlukan kepekaan tinggi terhadap bunyi dan makna. Penyair harus mampu memilih kata yang tepat (diksi) sehingga meskipun bebas aturan, hasilnya tetap terdengar harmonis dan mengena di hati pembaca. Salah satu tokoh penting dalam perkembangan geguritan modern adalah W.S. Rendra, meskipun ia lebih dikenal dengan puisi bebasnya secara umum, karyanya memberikan pengaruh besar pada kebebasan berekspresi dalam sastra berbahasa daerah.

Contoh Sederhana Geguritan

Berikut adalah contoh sederhana untuk memberikan gambaran konkret mengenai apa itu geguritan:

Mentari Esuk

Pancaran sinare
Nyejuki pucuking wit
Nglaras ati kang sepi

Embun bening netes
Nggawa segering urip
Sugih pangarep anyar.

Dalam contoh di atas, tidak ada batasan jumlah suku kata yang pasti. Fokusnya adalah pada gambaran visual (mentari, embun) dan perasaan (ati kang sepi diganti segering urip). Meskipun singkat, ia berusaha menangkap momen filosofis tentang pembaharuan.

Kesimpulannya, geguritan adalah puisi Jawa modern yang membebaskan diri dari belenggu aturan metrum klasik, menjadikannya medium ekspresi yang fleksibel, personal, namun tetap berakar kuat pada estetika dan filosofi Jawa. Ia adalah cermin hati penyair yang berbicara melalui bahasa leluhur dengan gaya kontemporer.

🏠 Homepage