Proses peradilan di Indonesia mengenal beberapa tingkatan, dimulai dari Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Banding, hingga puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA) yang bertugas sebagai pengadilan mengadili pada tingkat kasasi. Tingkat kasasi memiliki fungsi yang sangat spesifik dan berbeda secara fundamental dari dua tingkat sebelumnya.
Secara umum, kasasi bukan merupakan sidang untuk memeriksa ulang fakta-fakta perkara (faktual) seperti yang dilakukan di tingkat pertama atau banding. Sebaliknya, Mahkamah Agung melalui proses kasasi bertugas untuk menguji kesesuaian penerapan hukum, baik hukum materiil maupun formil, yang telah diterapkan oleh hakim di tingkat banding.
Ilustrasi pemeriksaan hukum di tingkat kasasi.
Tugas Mahkamah Agung ketika mengadili pada tingkat kasasi terbatas pada tiga hal utama, yang diatur dalam undang-undang yurisprudensi peradilan:
Hal yang paling krusial dalam proses kasasi adalah penolakan MA untuk meninjau kembali pembuktian dan penentuan fakta. Jika di tingkat pertama dan banding hakim telah menyimpulkan bahwa A terbukti bersalah berdasarkan bukti-bukti, maka MA di tingkat kasasi akan menerima fakta tersebut sebagai premis. MA tidak akan menerima argumen seperti "bukti X seharusnya dinilai lebih kuat daripada bukti Y." Hal ini dilakukan untuk menjaga efisiensi dan kepastian hukum.
Ketika suatu permohonan kasasi diajukan, pemohon (pihak yang tidak puas dengan putusan banding) harus secara spesifik menunjukkan di mana letak kesalahan penerapan hukum oleh hakim banding. Surat memori kasasi yang hanya berisi uraian ulang fakta atau ketidakpuasan emosional terhadap putusan banding biasanya akan ditolak karena tidak memenuhi syarat formil pemeriksaan kasasi.
Proses pengajuan permohonan untuk mengadili pada tingkat kasasi dimulai setelah putusan Pengadilan Tinggi (banding) diucapkan. Pihak yang berkepentingan wajib mengajukan permohonan tersebut ke Pengadilan Tingkat Pertama yang memeriksa perkara tersebut dalam tenggat waktu yang ditentukan (biasanya 14 hari).
Setelah permohonan diterima, Pengadilan Tingkat Pertama akan meneruskan berkas perkara (beserta memori kasasi dari pemohon dan kontra-memori dari termohon) kepada Mahkamah Agung. Di tingkat MA, berkas akan diperiksa oleh Hakim Agung. Jika MA menemukan bahwa terdapat kesalahan penerapan hukum yang substansial, MA dapat memutuskan untuk:
Peran MA dalam mengadili pada tingkat kasasi adalah menjaga kesatuan penerapan hukum (uniformitas) di seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia. Melalui putusan kasasi, MA menetapkan yurisprudensi, yaitu panduan interpretasi hukum yang harus diikuti oleh pengadilan di bawahnya dalam kasus-kasus serupa di masa depan. Tanpa fungsi kasasi yang efektif, risiko diskrepansi putusan antar daerah atau antar hakim akan sangat tinggi, mengancam rasa keadilan publik.
Singkatnya, tingkat kasasi adalah benteng terakhir untuk memastikan bahwa hukum telah ditegakkan sebagaimana mestinya, bukan untuk mencari kebenaran faktual yang mungkin sudah tuntas dibuktikan di dua tingkat sebelumnya. Ini adalah ranah penegakan doktrin hukum murni.