Mengumandangkan adzan adalah salah satu syiar Islam yang paling fundamental dan sakral. Secara etimologis, 'adzan' (أذان) berarti pemberitahuan atau seruan. Dalam konteks syariat Islam, adzan adalah seruan khusus yang dikumandangkan oleh seorang muadzin untuk memberitahukan masuknya waktu salat fardu, serta mengajak umat Islam untuk meninggalkan kesibukan duniawi dan berkumpul menunaikan ibadah wajib. Kedudukan adzan sangat tinggi, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadis, ia menjadi penanda dimulainya ibadah dan pembeda antara ruang Muslim dan non-Muslim.
Adzan bukan sekadar pengumuman jadwal; ia adalah deklarasi tauhid di hadapan alam semesta. Lafaz yang diucapkan mengandung inti ajaran Islam: kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya, yang diikuti dengan ajakan untuk segera mendirikan salat dan meraih kemenangan (al-falah). Oleh karena itu, muadzin memegang tanggung jawab besar dalam menjaga keutuhan dan kekhusyukan ritual ini.
Simbolisasi pengumandangan adzan
Orang yang bertugas mengumandangkan adzan, yaitu muadzin, memiliki keutamaan yang luar biasa di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda bahwa muadzin akan diampuni dosanya sebatas jangkauan suaranya, dan pada Hari Kiamat, leher mereka akan menjadi yang paling panjang di antara manusia, sebagai tanda kemuliaan mereka dalam memanggil umat kepada ketaatan. Keutamaan ini mendorong para muadzin untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan.
Lebih jauh, adzan berfungsi sebagai penanda waktu salat yang tepat. Dengan lantang suara adzan berkumandang, umat Islam diingatkan untuk segera menyucikan diri dan mempersiapkan hati untuk menghadap Sang Pencipta. Adzan juga memiliki fungsi spiritual bagi lingkungan sekitar. Keberadaan adzan secara rutin dipercaya dapat mengusir gangguan setan dan membawa ketenangan batin. Bahkan, jika adzan dikumandangkan di suatu tempat, setan-setan akan lari tunggang langgang, sebagaimana diceritakan dalam beberapa riwayat shahih.
Mengumandangkan adzan memerlukan tata cara yang spesifik. Muadzin disunnahkan untuk berwudhu terlebih dahulu, menghadap kiblat, dan memasukkan ujung jari ke telinga. Gerakan ini bertujuan untuk memfokuskan suara agar dapat didengar oleh audiens seluas mungkin. Lafaz adzan harus diucapkan dengan tartil (perlahan dan jelas), tidak terburu-buru, dan dengan nada yang merdu (bila memungkinkan) untuk menarik hati pendengar.
Terdapat perbedaan sunnah dalam lafaz adzan Subuh, yaitu penambahan lafaz 'Ash-shalatu khairum minan naum' (Salat lebih baik daripada tidur) sebanyak dua kali setelah Hayya 'alal Falah. Etika penting lainnya adalah memperhatikan waktu. Adzan harus dikumandangkan tepat ketika waktu salat telah tiba, bukan sebelumnya, kecuali adzan Shubuh yang terkadang memiliki adzan awal (disebut juga 'sahur') sebagai pengingat sahur.
Setelah selesai mengumandangkan adzan, disunnahkan bagi muadzin untuk berdoa memohon syafaat bagi Nabi Muhammad SAW serta memohon kebaikan bagi wasilah (kedudukan tinggi di surga) untuk beliau. Proses yang tampaknya sederhana ini ternyata mengandung rangkaian ibadah dan pahala yang tiada tara, menjadikannya sebuah kehormatan besar bagi siapa pun yang terpilih untuk mengemban tugas mulia ini.