Surat Al-Fil, yang berarti "Gajah," adalah salah satu surat pendek namun sarat makna dalam Al-Qur'an. Surat ini menceritakan sebuah peristiwa monumental dalam sejarah Islam, yakni upaya penghancuran Ka'bah oleh tentara yang dipimpin oleh Abrahah, penguasa Yaman pada masa itu. Peristiwa ini terjadi sebelum masa kenabian Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun menjadi mukadimah penting yang menunjukkan kemahakuasaan Allah SWT dalam menjaga rumah-Nya.
Abrahah Al-Asyram, merasa cemburu melihat kemakmuran Mekkah yang disebabkan oleh jemaah yang berdatangan untuk menunaikan ibadah haji ke Ka'bah, berniat untuk mengalihkan pusat peribadatan tersebut ke gereja besar yang ia bangun di Shan'a, Yaman. Ketika usahanya gagal menarik perhatian orang Arab, timbullah kesombongan dan kebencian. Ia pun mengumpulkan pasukan besar yang dilengkapi dengan gajah-gajah perang—hal yang sangat menggentarkan bagi bangsa Arab saat itu—dengan tujuan meratakan Ka'bah.
Penggalan surat Al-Fil dimulai dengan pertanyaan retoris yang langsung menyoroti kekuatan dan keangkuhan pasukan tersebut:
Artinya: Bukankah telah Dia jadikan tipu daya mereka itu sia-sia?
Ayat pertama ini menunjukkan bahwa rencana besar dan kekuatan militer yang mereka kumpulkan ternyata tidak berarti apa-apa di hadapan kehendak Ilahi. Strategi dan tipu daya yang mereka susun untuk merusak keesaan tauhid justru akan berbalik merugikan mereka sendiri.
Surat ini kemudian melanjutkan dengan menggambarkan bagaimana Allah SWT mengirimkan bala bantuan yang tidak terduga oleh siapa pun. Bukan tentara manusia atau senjata, melainkan ciptaan-Nya yang sederhana namun mematikan bagi pasukan gajah:
Artinya: Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-bondong,
Istilah 'thairan ababil' merujuk pada kawanan burung yang datang secara berkelompok, datang dari segala penjuru, menunjukkan bahwa bantuan ini datang secara serentak dan terorganisir dari langit. Kehadiran burung-burung ini adalah awal dari kehancuran total bagi pasukan Abrahah.
Penggalan kunci dari mukjizat ini adalah senjata yang dibawa oleh burung-burung tersebut. Ini adalah contoh nyata bahwa pertahanan Allah jauh melampaui logika militer manusia. Ayat selanjutnya menjelaskan detail senjata tersebut:
Artinya: yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang dibakar.
Batu 'sijjil' ditafsirkan oleh para mufassir sebagai batu panas yang keras, mungkin sejenis batu vulkanik, yang dilemparkan oleh burung-burung tersebut. Ketika batu-batu kecil itu menghantam tubuh tentara dan gajah, batu itu bekerja seperti peluru yang menghancurkan, menembus kulit dan zirah mereka. Tentara yang datang dengan percaya diri menunggangi gajah kini lari tunggang langgang menghadapi hujan batu dari langit.
Puncak cerita diakhiri dengan kehancuran total pasukan dan kembalinya Abrahah dalam keadaan mengenaskan, yang menandai kegagalan upaya menghancurkan pusat peribadatan yang dimuliakan oleh Allah.
Artinya: lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.
Perumpamaan 'seperti daun yang dimakan ulat' melukiskan betapa cepatnya mereka hancur lebur, tidak menyisakan apa-apa selain sisa-sisa yang tidak berarti. Kisah penggalan surat Al-Fil ini menjadi pelajaran abadi tentang kebenaran janji Allah dalam melindungi agama-Nya dan membinasakan kesombongan penguasa yang menantang otoritas Ilahi. Peristiwa ini juga menjadi salah satu penanda kemuliaan Baitullah yang kelak akan menjadi pusat peradaban Islam.
Pemahaman mendalam terhadap penggalan surat Al-Fil ini meneguhkan keyakinan bahwa kekuatan terbesar bukanlah pada jumlah pasukan atau persenjataan, melainkan pada pertolongan langsung dari Sang Pencipta alam semesta.