Dalam dunia seni pertunjukan dan kebudayaan Sunda, istilah 'Suksom' seringkali muncul, terutama ketika membicarakan inovasi dalam seni tari. Dua varian yang sering diperdebatkan atau dibandingkan adalah Suksom Culture dan Suksom Jaipong. Meskipun keduanya memiliki akar yang sama—yaitu berlandaskan pada kekayaan seni tradisi Sunda—terdapat perbedaan signifikan dalam filosofi, teknik penyajian, dan tujuan artistiknya.
Kedua istilah ini merujuk pada pengembangan koreografi yang terinspirasi dari dinamika dan energi tari tradisional Sunda, khususnya Jaipongan. Namun, perbedaan mendasar muncul dari tingkat adaptasi dan modernisasi yang diterapkan.
Perbedaan utama terletak pada fokus artistik yang diusung oleh masing-masing varian:
Dalam Suksom Jaipong, dominasi instrumen kendang (gendang) sangat kentara. Iringan cenderung mengikuti pola musikal yang baku dalam Jaipong, mendorong penari untuk berimprovisasi sesuai irama tabuhan yang menantang. Tempo biasanya tinggi dan enerjik.
Sebaliknya, Suksom Culture memberikan ruang lebih besar bagi aransemen musik. Walaupun kendang tetap ada, ia bisa diharmonisasi dengan instrumen lain (seperti synthesizer, bass elektrik, atau bahkan orkestra minimalis). Ini memungkinkan penciptaan suasana yang lebih dramatis atau kontemplatif, berbeda dari energi konstan Jaipong murni.
Gerak dalam Suksom Jaipong cenderung eksplisit mengikuti pakem gerak tari Sunda yang cepat, hentakan kaki yang kuat (tapak), dan gerakan pinggul yang dinamis. Improvisasi (seperti tayungan atau gebugan) adalah bagian integral.
Suksom Culture mungkin mengambil beberapa motif gerak inti dari Jaipong, namun sering kali dimodifikasi untuk tujuan naratif tertentu. Gerakan mungkin diperlambat, diperhalus, atau bahkan diintegrasikan dengan teknik tari modern (seperti floor work atau penekanan pada garis tubuh yang lebih panjang/fleksibel) yang mungkin tidak lazim dalam Jaipong murni.
Suksom Jaipong seringkali dipentaskan dalam konteks yang lebih merayakan tradisi atau pada acara yang mengedepankan semangat keceriaan lokal. Penonton yang akrab dengan Jaipong akan segera mengenali benang merahnya.
Suksom Culture, dengan label "Culture," seringkali diarahkan untuk festival seni internasional atau panggung teater kontemporer. Tujuannya adalah "menerjemahkan" semangat Sunda kepada audiens yang mungkin kurang familiar dengan tradisi lokal, sehingga memerlukan jembatan berupa interpretasi artistik yang lebih universal.
| Aspek | Suksom Jaipong | Suksom Culture |
|---|---|---|
| Keterikatan Tradisi | Sangat kuat, menjaga pakem dasar Jaipong. | Inspiratif, namun terbuka pada modifikasi signifikan. |
| Iringan Musik | Dominan kendang, tempo cepat, fokus pada ritme. | Fleksibel, dapat memadukan elemen modern dan tradisional. |
| Improvisasi | Sangat diutamakan (khas Jaipong). | Terkontrol, disesuaikan dengan koreografi keseluruhan. |
| Estetika Gerak | Enerjik, hentakan kuat, sensual eksplisit. | Lebih terstruktur, naratif, bisa memasukkan teknik modern. |
| Target Audiens | Familiar dengan seni pertunjukan Sunda. | Lebih luas, termasuk audiens seni kontemporer global. |
Pada intinya, perbedaan antara Suksom Culture dan Suksom Jaipong bukanlah pertentangan, melainkan spektrum pengembangan seni. Suksom Jaipong adalah upaya konservasi energik dalam bingkai tradisi, menjunjung tinggi spontanitas Jaipong. Sementara itu, Suksom Culture adalah interpretasi yang lebih berani, menggunakan fondasi Jaipong sebagai batu loncatan untuk eksplorasi artistik yang lebih luas, memadukan warisan lokal dengan perspektif artistik yang lebih kontemporer dan global. Keduanya memperkaya lanskap budaya Sunda, menunjukkan bahwa tradisi dapat terus bernapas dan berkembang dalam berbagai bentuk.