Surat Ad-Duha (Dhuha) adalah surat ke-93 dalam Al-Qur'an, yang turun di Mekkah setelah jeda wahyu (fatrah) yang sempat membuat Rasulullah ﷺ merasa khawatir. Nama surat ini diambil dari ayat pertamanya, "Demi waktu duha (pagi hari yang cerah)," yang merupakan salah satu waktu mulia di sisi Allah SWT. Surat ini menjadi penyejuk hati Nabi Muhammad ﷺ dan menjadi pengingat abadi bagi umat Muslim tentang rahmat dan kasih sayang Allah SWT, bahkan di saat-saat terasa sulit.
Memahami QS Ad Duha bukan sekadar mengetahui artinya, tetapi merasakan janji dan penghiburan ilahi yang terkandung di dalamnya. Surat ini secara fundamental mengajarkan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya, terutama ketika mereka berada dalam kesulitan.
Surat Ad-Duha dibuka dengan sumpah Allah atas dua waktu mulia: waktu dhuha dan waktu malam yang sunyi. Sumpah ini berfungsi untuk memberikan penekanan yang kuat pada pesan utama yang akan disampaikan. Allah bersumpah untuk menegaskan bahwa Dia tidak pernah meninggalkan Rasulullah ﷺ, bahkan ketika wahyu seolah terhenti sesaat.
Ayat-ayat selanjutnya memberikan penghiburan yang mendalam: "Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak (pula) membencimu." (QS. Ad-Duha: 3). Bagi seorang Muslim yang sedang mengalami kesulitan, kekecewaan, atau merasa ditinggalkan, ayat ini adalah balsam penenang jiwa. Ini menunjukkan bahwa kesulitan hanyalah fase sementara, dan kasih sayang Allah selalu menyertai.
Puncak pengharapan dari surat ini terletak pada janji Allah mengenai akhir yang lebih baik. Allah berfirman, "Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan." (QS. Ad-Duha: 4). Penjelasan para mufassir mengaitkan ayat ini dengan masa depan Rasulullah ﷺ yang jauh lebih mulia dan penuh kemenangan dibandingkan masa-masa sulit di awal kenabian.
Implikasinya bagi kita sangat universal. Jika masa depan Nabi ﷺ terjamin lebih baik setelah melalui ujian berat, maka kita pun harus yakin bahwa setiap kesulitan yang kita hadapi saat ini akan diganti dengan kemudahan dan kebaikan yang melimpah di kemudian hari, asalkan kita tetap berpegang teguh pada ajaran-Nya.
Setelah memberikan penghiburan dan janji optimis, QS Ad Duha menutup dengan perintah yang jelas mengenai bagaimana seharusnya respons seorang mukmin terhadap rahmat tersebut: yaitu dengan bersyukur.
Allah memerintahkan: "Maka terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menceritakan (atau menampakkan)." (QS. Ad-Duha: 11). Ini bukan hanya syukur dalam hati, tetapi juga dalam tindakan nyata—dengan lisan yang memuji dan amal perbuatan yang baik.
Ayat ini mendorong kita untuk tidak menyimpan rahmat Ilahi hanya untuk diri sendiri. Menceritakan nikmat bisa berarti berbagi rezeki, membantu sesama, atau sekadar mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam. Ini adalah siklus keberkahan: semakin banyak kita bersyukur dan berbagi, semakin banyak pula rahmat yang akan Allah limpahkan kepada kita.
Surat Ad-Duha seringkali dianjurkan untuk dibaca pada pagi hari, sejalan dengan waktu yang disumpahi dalam surat itu sendiri. Membacanya di pagi hari berfungsi sebagai penguat mental dan spiritual. Ia mengingatkan kita bahwa energi dan semangat pagi harus diisi dengan kesadaran akan pengawasan dan cinta Allah.
Dalam konteks modern, di mana tekanan hidup seringkali menyebabkan kecemasan (anxiety) dan perasaan gagal, kembali kepada ayat-ayat Ad-Duha memberikan perspektif yang lebih luas. Masalah hari ini hanyalah bagian kecil dari skema besar Allah. Selama kita berusaha (ikhtiar) dan tawakal, hasil akhirnya—sebagaimana dijanjikan dalam surat ini—pasti akan lebih baik daripada awal kita memulai.
Memahami QS Ad Duha adalah memahami esensi pertolongan Allah yang datang tepat pada saat kita merasa paling membutuhkan. Ini adalah surat optimisme yang fundamental dalam Islam, sebuah jaminan bahwa setelah kegelapan (malam atau kesulitan), pasti akan datang cahaya (Dhuha atau kemudahan).