Keagungan Tauhid: Memahami Quran Surat Al-Ikhlas Ayat 2

لاَ يُولَدُ TIDAK BERANAK TIDAK DIPERANAKKAN

*Ilustrasi Konsep Keabadian dan Ketunggalan Tuhan*

Teks dan Terjemahan Ayat 2

اللَّهُ الصَّمَدُ

"(Dialah) Allah Yang Maha Dibutuhkan (tempat bergantung)."

Surat Al-Ikhlas merupakan salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang memiliki kedudukan sangat agung. Ia setara dengan sepertiga isi Al-Qur'an karena memuat esensi paling fundamental dari keyakinan umat Islam, yaitu konsep Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah. Ayat pertama telah menetapkan bahwa Allah itu Esa, satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Ayat kedua kemudian melanjutkan penjelasan tersebut dengan sebuah sifat agung yang mendalam, yaitu Ash-Shamad.

Membedah Makna "Ash-Shamad"

Lafaz Arab "Ash-Shamad" (الصَّمَدُ) adalah kata yang sangat kaya makna dalam bahasa Arab. Para mufassir terdahulu, seperti Mujahid, Ibnu Abbas, dan lainnya, telah memberikan berbagai interpretasi yang saling melengkapi untuk menangkap kedalaman maknanya. Tidak ada padanan tunggal yang sempurna dalam bahasa lain, namun secara kolektif, makna-makna tersebut mengarah pada kesempurnaan kebergantungan.

1. Al-Maftuh Ilayhi (Yang Dituju)

Makna paling populer dari Ash-Shamad adalah Dzat yang menjadi tujuan akhir dari segala kebutuhan dan permohonan. Dalam kehidupan ini, manusia selalu membutuhkan sesuatu—makanan, keamanan, ilmu, rezeki, dan pertolongan. Mereka mencari ke sana dan kemari. Namun, bagi Allah, Dialah satu-satunya Dzat yang tidak pernah membutuhkan apa pun dari makhluk-Nya. Sebaliknya, semua makhluk, dari yang terbesar hingga yang terkecil, sangat membutuhkan-Nya. Ayat ini menegaskan bahwa segala hajat harus diarahkan hanya kepada-Nya, karena hanya Dia yang mampu memenuhi tanpa memerlukan balasan atau bantuan.

2. Al-Abadiy (Yang Kekal dan Murni)

Beberapa ulama menafsirkan Ash-Shamad sebagai Dzat yang tidak memiliki celah, tidak berlubang, dan tidak memiliki cacat. Ini adalah penegasan terhadap kesempurnaan mutlak. Jika sesuatu memiliki lubang, berarti ia bisa kemasukan sesuatu atau bisa kehilangan isinya. Allah, sebagai Ash-Shamad, adalah zat yang utuh, sempurna, dan mandiri secara total. Ketiadaan kekurangan ini menguatkan alasan mengapa hanya Dia yang layak disembah.

Implikasi Tauhid dalam Al-Ikhlas Ayat 2

Pemahaman bahwa Allah adalah Ash-Shamad membawa konsekuensi spiritual yang besar bagi seorang mukmin. Pertama, ia membebaskan hati dari ketergantungan yang semu. Ketika seseorang meyakini bahwa rezeki dan pertolongan hanya datang dari Dzat yang Maha Dibutuhkan, ia akan mengurangi ketakutan dan harapannya kepada sesama manusia atau benda mati.

Kedua, ayat ini menguatkan amal ibadah seorang hamba. Mengapa kita harus salat, berzikir, atau bersedekah? Karena kita melakukannya untuk Dzat yang tidak perlu apa-apa dari kita, namun Dialah yang paling kita butuhkan. Ibadah yang didasari keyakinan ini menjadi lebih murni, bebas dari pamrih pujian manusia (riya'), karena tujuannya hanya menuju Sang Pemilik Kebutuhan Tunggal.

Jika kita membandingkan dengan makhluk lain, bahkan seorang raja atau pemimpin yang dihormati, pada dasarnya mereka tetap membutuhkan bantuan bawahan, makanan dari petani, atau keamanan dari tentara. Kontras dengan Allah, Dia adalah Ash-Shamad sejati; Dia adalah sumber segala sumber.

Penutup: Keindahan Penjelasan yang Ringkas

Hanya dengan dua kata yang padat, "Allāhuṣ-Ṣamad," Surat Al-Ikhlas berhasil melukiskan gambaran ketuhanan yang tak terbandingkan. Ayat ini menutup celah pemahaman bahwa Tuhan mungkin membutuhkan sesuatu dari ciptaan-Nya, atau bahwa ada sekutu yang sedikit membantu-Nya dalam mengatur alam semesta. Ketiadaan kebutuhan (Al-Ikhlas ayat 2) membuktikan kesempurnaan tunggal-Nya. Inilah pondasi keimanan yang kokoh, sebuah benteng spiritual yang menjaga seorang Muslim dari kesesatan politeisme dan ketergantungan yang salah, menegaskan bahwa hanya kepada Allah tempat segala urusan dikembalikan.

🏠 Homepage