Kisah yang diabadikan dalam Surat Al-Fil (Surat Gajah) merupakan salah satu episode paling dramatis dalam sejarah kenabian. Namun, untuk memahami kedalaman kisah tersebut, kita perlu menelusuri kembali kondisi sosial, politik, dan spiritual Jazirah Arab, khususnya Makkah, sebelum Surat Al-Fil diturunkan. Periode ini menandai akhir dari era Jahiliyah yang penuh kekacauan, menjelang fajar Islam.
Konteks Keagamaan dan Kontrol Ka'bah
Pada masa itu, Ka'bah masih menjadi pusat penyembahan berhala terbesar di seluruh Jazirah Arab. Meskipun kesadaran tauhid dari Nabi Ibrahim AS masih dipegang oleh segelintir orang, mayoritas suku Quraisy dan suku-suku lainnya meletakkan ratusan patung dewa-dewi di sekitar dan di dalam bangunan suci tersebut. Makkah, yang dikelola oleh Bani Hasyim dan suku Quraisy, menikmati prestise besar bukan hanya karena status religius Ka'bah, tetapi juga karena jalur perdagangan yang melintasinya.
Status Makkah sebagai pusat ziarah memberikan keuntungan ekonomi yang substansial. Keamanan (Hirmah) Makkah membuat suku-suku yang bertikai pun cenderung menahan diri untuk tidak berperang di area tersebut. Keberhasilan Makkah saat itu sangat bergantung pada legitimasi spiritual Ka'bah, terlepas dari sifat penyembahan yang menyimpang.
Kebangkitan Sentimen Anti-Makkah
Sementara Makkah menikmati kemakmuran dari kekuasaan atas Ka'bah, sentimen ketidakpuasan mulai tumbuh di luar kota suci itu. Salah satu tokoh yang paling signifikan dalam narasi sebelum Surat Al-Fil adalah Abraha bin Ash-Shabah. Abraha adalah seorang gubernur Yaman yang ditunjuk oleh Kerajaan Aksum (Ethiopia), yang telah berhasil menguasai wilayah Yaman tersebut.
Setelah Kristenisasi Yaman di bawah pengaruh Ethiopia, Abraha melihat bahwa kekayaan dan otoritas Makkah dibangun di atas fondasi paganisme yang ia anggap menjijikkan. Abraha memiliki ambisi besar: ia ingin mengalihkan pusat ibadah dan ziarah Arab dari Makkah ke sebuah gereja megah yang baru ia bangun di Sana'a, yang dikenal sebagai Al-Qulays. Tujuannya jelas, yaitu memutus jalur ekonomi Makkah dengan memindahkan jamaah haji ke gerejanya.
Pemicu Konflik: Penistaan Simbol
Tindakan Abraha membangun gereja mewah ternyata tidak serta merta menarik perhatian orang Arab untuk berziarah. Bahkan, muncul riwayat bahwa salah satu orang Arab (konon dari suku Kinanah) pergi ke Sana'a dan melakukan tindakan kotor di dalam gereja tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya konversi ekonomi dan agama Abraha.
Penodaan terhadap Al-Qulays ini menjadi alasan resmi yang sangat kuat bagi Abraha untuk melancarkan invasi militer berskala besar. Ia ingin menghancurkan Ka'bah sebagai simbol perlawanan paganisme Arab dan menegakkan supremasi Kristen di Jazirah Arab. Ini adalah puncak dari ketegangan politik dan agama yang telah lama terpendam sebelum Surat Al-Fil.
Tentara Gajah Bergerak Menuju Makkah
Abraha mengerahkan pasukan yang luar biasa besar pada masanya. Kekuatan utamanya adalah pasukan bergajah. Gajah adalah mesin perang yang belum pernah dilihat oleh orang Arab di wilayah Hijaz, menjadikannya simbol kekuatan dan teror yang menakutkan. Pasukan ini bergerak perlahan namun pasti menuju Makkah.
Ketika berita kedatangan pasukan ini sampai di Makkah, kepanikan melanda. Suku Quraisy dan penduduk Makkah menyadari bahwa kekuatan militer mereka tidak sebanding dengan kekuatan Ethiopia. Banyak yang mencoba lari ke gunung dan gua-gua. Beberapa pemimpin suku bahkan mencoba bernegosiasi dengan Abraha, tetapi upaya itu sia-sia. Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW, hanya bisa berdoa dan menenangkan penduduk, namun ia tahu bahwa pertahanan fisik tidak mungkin dilakukan.
Inilah titik kritisnya. Makkah, yang selama ini merasa aman di bawah perlindungan kesucian Ka'bah, kini dihadapkan pada kehancuran total. Kekuatan fisik terbesar pada zamannya—pasukan bergajah—siap menghancurkan kiblat mereka. Ketidakberdayaan total inilah yang menciptakan latar belakang sempurna bagi intervensi ilahi yang diceritakan dalam Surat Al-Fil, menegaskan bahwa perlindungan sejati bukan datang dari benteng atau senjata, melainkan dari Pemilik Baitullah itu sendiri. Peristiwa sebelum Surat Al-Fil ini menjadi pengantar narasi keajaiban yang akan mengubah sejarah.