Ilustrasi visual fokus pada sifat-sifat Allah dalam ayat kedua.
Surah Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan," adalah surat pertama dalam Al-Qur'an dan merupakan rukun shalat yang wajib dibaca oleh setiap Muslim. Ayat pertamanya memuji keagungan Allah (Alhamdulillah Rabbil 'Alamin). Namun, ayat kedua membawa kita lebih dalam pada pemahaman fundamental tentang hakikat Tuhan semesta alam: sifat kasih sayang-Nya yang tak terbatas.
Ayat kedua ini berbunyi: الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ (Ar-Rahmanir-Rahim). Ayat ini merupakan kunci untuk membuka pemahaman kita mengenai hubungan antara pencipta dan makhluk-Nya. Ayat ini menegaskan bahwa setelah mengakui Allah sebagai Tuhan Yang Maha Mengurus seluruh alam semesta, pengakuan kedua yang paling penting adalah bahwa Dia adalah sumber segala belas kasihan.
Dalam konteks penulisan mushaf dan hafalan, kedua kata ini (Ar-Rahman dan Ar-Rahim) sering kali diucapkan menyatu, namun secara linguistik dan teologis, keduanya memiliki makna yang berbeda namun saling melengkapi, yang menjadi fokus utama pembahasan ayat ini.
Memahami pemisahan antara Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah inti dari pengajaran ayat ini. Para ulama tafsir, seperti Imam Al-Qurtubi dan Ibnu Katsir, sepakat bahwa keduanya merujuk pada rahmat (kasih sayang), namun cakupannya berbeda.
Kata Ar-Rahman berasal dari akar kata rahmah yang berarti kasih sayang. Para ahli tafsir mendefinisikan Ar-Rahman sebagai Pemberi Rahmat yang umum dan mutlak. Rahmat ini diberikan kepada seluruh makhluk di dunia ini tanpa memandang iman atau kekafiran mereka. Ini adalah kasih sayang yang bersifat universal.
Contoh dari rahmat Rahman adalah: menciptakan bumi yang subur, memberikan udara untuk bernapas, matahari yang menghangatkan, rezeki yang mengalir, dan bahkan kenikmatan duniawi yang dinikmati oleh semua manusia. Rahmat ini adalah rahmat duniawi yang meliputi semua makhluk hidup. Allah SWT adalah satu-satunya yang memiliki sifat Ar-Rahman secara absolut.
Sementara itu, Ar-Rahim (yang juga berasal dari akar kata rahmah) diartikan sebagai Pemberi Rahmat yang khusus dan spesifik. Rahmat Rahim ini dicurahkan secara eksklusif dan utama kepada kaum mukminin (orang-orang yang beriman).
Rahmat Rahim inilah yang akan membawa seorang hamba kepada kebahagiaan abadi di akhirat. Ini mencakup pengampunan dosa, bimbingan iman, kemudahan dalam ketaatan, dan yang paling utama, rahmat Allah untuk memasuki surga-Nya. Ini adalah rahmat akhirat yang menjadi dambaan setiap Muslim.
Mengapa Allah menempatkan kedua sifat ini secara berurutan setelah pujian kepada-Nya? Hal ini memiliki implikasi teologis yang sangat kuat. Setelah kita mengakui bahwa Allah adalah Rabbul 'Alamin (Penguasa dan Pemelihara alam semesta), pengakuan berikutnya adalah bahwa kekuasaan-Nya itu tidak keras atau otoriter semata, melainkan dibalut oleh kasih sayang yang tak terbatas.
Ini memberikan rasa aman kepada seorang hamba. Ketika seorang Muslim membaca ayat ini dalam shalat, ia diingatkan bahwa sekalipun ia telah melakukan kesalahan (sebagaimana yang diakui dalam ayat pertama), pintu ampunan dan rahmat-Nya selalu terbuka lebar (Ar-Rahman), dan rahmat khusus-Nya (Ar-Rahim) menanti mereka yang taat.
Pengulangan konsep rahmat ini juga menekankan betapa pentingnya sifat ini dalam Islam. Bahkan dalam Islam, hukum-hukum yang keras sekalipun selalu memiliki pengecualian atau dispensasi yang didasari oleh kemudahan dan kasih sayang Allah. Setiap tindakan ibadah kita, mulai dari wudhu hingga salam, dimulai dengan mengingat sifat kasih sayang-Nya.
Oleh karena itu, Surah Al-Fatihah ayat kedua ini berfungsi sebagai pengingat konstan bahwa seluruh tatanan alam semesta diatur oleh kekuatan yang Maha Penyayang. Kesempurnaan penciptaan (ayat 1) diikuti oleh kesempurnaan perilaku pencipta (ayat 2). Ayat ini mendorong kita untuk meneladani sifat rahman dan rahim dalam kehidupan sehari-hari kita, menyebarkan kebaikan dan belas kasihan kepada sesama makhluk, sebagaimana Allah SWT mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua, baik yang beriman maupun yang belum menerima hidayah-Nya.