Surah Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan," adalah surah pertama dalam mushaf Al-Qur'an. Surah ini memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan sering disebut sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Kitab) karena mengandung ringkasan sempurna dari keseluruhan ajaran Al-Qur'an, mulai dari tauhid (mengesakan Allah), pujian, penetapan kekuasaan Allah, hingga permohonan petunjuk jalan yang lurus.
Surah ini wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat fardhu maupun sunnah, menjadikannya bacaan paling sering diulang oleh seorang Muslim. Keutamaannya begitu besar sehingga Allah SWT menyatakan bahwa ayat-ayat pembukaannya dibagi antara-Nya dan hamba-Nya. Memahami makna setiap ayatnya adalah kunci untuk meningkatkan kekhusyukan dalam ibadah.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Yang menguasai Hari Pembalasan (Hari Kiamat).
Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan.
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.
Ayat pertama, Basmalah (Bismillahirrahmannirrahim), adalah pembuka yang mengawali setiap perbuatan baik dalam Islam. Ia mengajarkan kita bahwa segala sesuatu harus dimulai dengan mengakui bahwa hanya Allah SWT yang memiliki sifat rahman (kasih sayang umum kepada seluruh makhluk) dan rahim (kasih sayang khusus kepada orang beriman).
Ayat kedua hingga keempat adalah bentuk pujian dan pengakuan (Tahmid dan Tasbih). Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Rabbul 'Alamin (Tuhan Seluruh Alam), menunjukkan keagungan-Nya, lalu menegaskan kepemilikan-Nya mutlak atas Yaumiddin (Hari Pembalasan). Ini menanamkan rasa takut sekaligus harap dalam diri pembaca.
Ayat kelima adalah inti dari peribadatan, yang memuat pernyataan tauhid uluhiyyah (hanya Engkau yang kami sembah) dan tauhid rububiyyah (hanya Engkau tempat kami meminta pertolongan). Pengakuan ini menempatkan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup dan satu-satunya sumber daya.
Dua ayat terakhir (Ayat 6 dan 7) adalah permohonan doa. Kita memohon petunjuk menuju Shirathal Mustaqim (Jalan Lurus). Jalan ini dijelaskan dengan kontras: jalan yang diberi nikmat (seperti para Nabi dan shiddiqin), bukan jalan yang dimurkai (seperti Yahudi yang mengetahui kebenaran namun menolaknya), dan bukan pula jalan orang yang sesat (seperti Nasrani yang beribadah tanpa ilmu yang benar).
Oleh karena itu, Al-Fatihah bukan sekadar bacaan wajib, melainkan sebuah kurikulum spiritual tujuh ayat yang mengarahkan seorang hamba dari pengakuan keagungan Ilahi menuju permohonan bimbingan konstan agar terhindar dari kesesatan dan selalu berada di jalan kebenaran. Memahami dan meresapi maknanya akan mengubah rutinitas shalat menjadi dialog yang penuh makna dengan Sang Pencipta.