Ilustrasi simbolis peristiwa Ashabul Fil (Pasukan Gajah).
Setiap Muslim yang mendalami Al-Qur'an pasti mengenal betapa pentingnya urutan ayat dan surah. Urutan ini, yang ditetapkan secara *tawqifi* (berdasarkan petunjuk langsung dari Nabi Muhammad SAW), memiliki hikmah dan sistematika tersendiri. Salah satu pertanyaan mendasar yang sering muncul di benak para pembelajar adalah: Surah Al Fil adalah surat ke berapa dalam mushaf Al-Qur'an yang kita baca hari ini?
Jawabannya sangat jelas dan telah menjadi konsensus di kalangan ulama tafsir dan ahli qiraat. Surah Al Fil adalah surat ke-105 dalam susunan mushaf standar Al-Qur'an. Surah ini menempati posisi yang relatif akhir, berada di antara surat-surat pendek yang menjadi penutup juz ke-30.
Surah Al Fil (secara harfiah berarti 'Gajah') memiliki lima ayat pendek yang mengisahkan peristiwa luar biasa, yaitu kegagalan total upaya penghancuran Ka'bah oleh Raja Abrahah dari Yaman dengan pasukan bergajahnya. Meskipun pendek, kedudukannya sebagai surat ke-105 menandai kelanjutan narasi kenabian dan sejarah Islam.
Secara kronologis turunnya, sebagian besar ulama meyakini bahwa Surah Al Fil termasuk kelompok surat Makkiyah, yang turun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Bahkan, peristiwa yang diceritakan di dalamnya terjadi beberapa waktu sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, menjadikannya salah satu penanda sejarah penting sebelum masa kenabian dimulai. Namun, dalam susunan mushaf, ia ditempatkan setelah Surah Quraisy (surat ke-106).
Perlu dicatat bahwa urutan dalam mushaf (tertib *mushafi*) berbeda dengan urutan turunnya (*tartib nuzul*). Surah Al Fil (105) dan Quraisy (106) sering dibahas berdampingan karena kisahnya saling terkait. Surah Quraisy menjelaskan bagaimana Allah SWT memberikan keamanan dan kemudahan rezeki kepada kaum Quraisy karena perlindungan yang diberikan pada rumah-Nya (Ka'bah) dari serangan pasukan gajah.
Mengapa peristiwa ini begitu penting hingga diabadikan dalam Al-Qur'an, menjadikan Surah Al Fil sebagai surat ke-105? Kisah ini berfungsi sebagai bukti nyata kekuasaan Allah SWT yang melindungi simbol kesucian-Nya, Ka'bah, bahkan sebelum masa Islam secara resmi diperkenalkan secara luas. Raja Abrahah, yang membangun katedral besar di Yaman, merasa terancam oleh popularitas Ka'bah di Mekkah dan berambisi menghancurkannya agar orang Arab beralih ke gereja ciptaannya.
Allah SWT mengirimkan burung-burung kecil (Ababil) yang membawa batu-batu panas dari neraka. Ketika batu-batu itu dilemparkan, pasukan Abrahah hancur lebur, seperti daun yang dimakan ulat. Peristiwa ini dikenal sebagai 'Amul Fil' (Tahun Gajah), tahun di mana Nabi Muhammad SAW dilahirkan.
Keberadaan Surah Al Fil pada posisi surat ke-105 ini menekankan bahwa Al-Qur'an tidak hanya berisi hukum dan perintah, tetapi juga catatan sejarah agung yang menegaskan keesaan Allah. Surat ini adalah penghibur bagi kaum Mukminin awal, memberikan jaminan bahwa pertolongan Allah pasti datang kepada mereka yang menaati-Nya, sebagaimana pertolongan datang kepada pemuka Mekkah saat itu.
Mempelajari posisi Surah Al Fil (105) dan Surah Quraisy (106) secara berurutan menunjukkan kesinambungan tema yang indah. Surat ke-105 menceritakan kehancuran musuh yang berniat merusak Ka'bah, sementara surat ke-106 melanjutkan dengan memberikan rahmat dan rasa aman kepada kaum Quraisy yang merupakan penjaga Ka'bah. Ini adalah dua sisi mata uang: ancaman dan perlindungan Ilahi.
Bagi seorang pembaca Al-Qur'an yang mengikuti urutan mushaf, setelah melewati surat-surat panjang tentang hukum, kisah para nabi terdahulu, dan deskripsi hari kiamat, Surah Al Fil hadir sebagai penyegar singkat yang mengingatkan bahwa setiap kejadian besar dalam sejarah—khususnya yang berkaitan dengan rumah Allah—telah dicatat dan menjadi bagian integral dari wahyu Ilahi. Meskipun hanya lima ayat, makna dan dampaknya sangat besar, menegaskan bahwa surah Al Fil adalah surat ke-105 yang wajib kita pahami maknanya.
Memahami posisi surat dalam susunan Al-Qur'an membantu kita mengapresiasi cara para sahabat dan ulama menyusun kitab suci ini. Surah Al Fil adalah babak penting dalam rangkaian kisah kenabian yang berujung pada kelahiran Rasulullah SAW, sebuah mukadimah sejarah yang agung sebelum lembaran-lembaran selanjutnya menjelaskan risalah beliau.