Surah Al-Ikhlas (QS. 112) adalah surah pendek namun memiliki kedalaman tauhid yang sangat luar biasa. Ayat kedua dari surah ini secara tegas menjelaskan tentang keunikan dan kemandirian Allah SWT. Berikut adalah lafaznya:
اللَّهُ الصَّمَدُ
“Allāhuṣ-Ṣamad.”
Artinya: "Allah adalah Ash-Shamad (Yang Maha Dibutuhkan)."
Kata kunci dalam ayat kedua ini adalah "Ash-Shamad". Kata ini dalam bahasa Arab memiliki akar makna yang sangat kaya dan agung. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa Ash-Shamad merangkum berbagai sifat kesempurnaan Allah SWT, di antaranya:
Ayat ini, "Allāhuṣ-Ṣamad", berfungsi sebagai penegasan fundamental setelah ayat pertama yang menyatakan keesaan Allah ("Qul Huwallāhu Aḥad"). Jika Allah itu Esa, maka implikasinya adalah Dia harus menjadi satu-satunya tempat bergantung. Tidak ada yang layak untuk disembah atau dijadikan sandaran utama selain Dia yang Maha Dibutuhkan.
Mengimani bahwa Allah adalah Ash-Shamad memiliki dampak besar pada cara seorang Muslim menjalani hidup. Ketika kita meyakini sepenuhnya makna ayat ini, kita akan menyadari bahwa segala usaha duniawi, meskipun penting, harus selalu diarahkan kepada-Nya. Kita tidak akan terjebak dalam penyembahan terhadap harta, kekuasaan, atau bahkan pujian manusia, karena semua itu adalah entitas yang membutuhkan Allah, bukan sebaliknya.
Dalam kondisi sulit, keyakinan ini memberikan ketenangan. Jika kita butuh pertolongan, siapa yang lebih tepat untuk diminta selain Al-Shamad, Zat yang pasti mendengar dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut tanpa perlu meminta izin dari pihak lain? Sebaliknya, dalam kondisi lapang, kesadaran ini mendorong kita untuk bersyukur karena segala kenikmatan datang dari Sumber Segala Kebutuhan.
Oleh karena itu, Surah Al-Ikhlas ayat 2 bukan sekadar penggalan teks; ia adalah pilar utama dalam memahami konsep Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah. Ayat ini membimbing hati dan pikiran umat Islam untuk memfokuskan segala aspek kehidupan—harapan, ketakutan, ibadah, dan ketergantungan—hanya kepada Allah, Sang Al-Shamad yang kekal dan mandiri. Pemahaman yang benar terhadap ayat ini akan melahirkan keikhlasan sejati dalam setiap amal perbuatan, menjadikannya benteng spiritual yang kokoh melawan segala bentuk kesyirikan dan ketergantungan yang salah.
Mempelajari dan merenungkan ayat ini secara rutin membantu membersihkan hati dari noda-noda ketergantungan kepada makhluk fana, menguatkan kembali ikatan spiritual, dan menegaskan bahwa sumber segala kekuatan, pertolongan, dan pemenuhan kebutuhan hanya ada pada Allah semata.