Surah Al-Kahfi (Surah ke-18 dalam Al-Qur'an) dikenal sebagai salah satu surah pelindung dan pembimbing. Ayat-ayat awalnya, yaitu **Surah Al Kahfi ayat 1-6**, memuat pujian agung kepada Allah SWT dan penjelasan mengenai tujuan diturunkannya kitab suci ini. Memahami ayat-ayat pembuka ini sangat krusial karena ia menetapkan fondasi keimanan dan tujuan spiritual pembaca.
Ayat-ayat ini menekankan bahwa Al-Qur'an diturunkan sebagai rahmat dan petunjuk, bebas dari cacat atau ketidaksempurnaan. Ini adalah inti dari keyakinan kita terhadap Kalamullah.
Segala puji bagi Allah, Yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Dia tidak menjadikan di dalamnya kebengkokan (sedikit pun).
Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang keras dari sisi-Nya, dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang baik.
Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Dan untuk memperingatkan orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."
Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.
Maka, boleh jadi kamu akan membinasakan dirimu karena bersedih hati mengikuti jejak mereka, jika mereka tidak beriman kepada perkataan ini (Al-Qur'an).
Enam ayat pertama ini sarat dengan pesan tauhid dan fungsi kenabian. Ayat pertama langsung menegaskan kesempurnaan Al-Qur'an. Kata "'iwajan" (kebengkokan) merujuk pada keraguan, kontradiksi, atau kesalahan. Allah menjamin bahwa Kitab-Nya adalah kebenaran yang kokoh, tanpa cela sedikit pun. Ini adalah dasar bagi seorang mukmin untuk tidak ragu terhadap petunjuk yang diberikan.
Ayat kedua menjelaskan fungsi ganda Al-Qur'an:
Ayat 4 dan 5 adalah bantahan tegas terhadap keyakinan sesat yang berkembang di kalangan Quraisy Mekah, yaitu anggapan bahwa Allah mengambil sekutu atau memiliki anak. Islam menolak keras konsep ini. Klaim semacam itu bukan didasarkan pada ilmu (pengetahuan sejati) melainkan hanya hasil "perkataan yang keluar dari mulut" mereka, sebuah kebohongan yang dilebih-lebihkan.
Ayat keenam memberikan gambaran empati terhadap perjuangan Rasulullah SAW. Beliau sangat mencintai umatnya sehingga merasa sedih mendalam melihat penolakan mereka terhadap kebenaran. Allah mengingatkan Nabi agar tidak sampai "membinasakan diri karena bersedih hati" (bākhia'un nafsaka) jika mereka tetap berpaling.
Bagi pembaca Surah Al Kahfi ayat 1 6, pesan ini adalah pelajaran tentang prioritas: kita harus teguh pada kebenaran Al-Qur'an, namun tidak boleh sampai keputusasaan menguasai hati kita ketika dakwah belum diterima orang lain. Fokus utama adalah memastikan diri kita sendiri berada di jalan yang lurus, sesuai dengan tuntunan Kitabullah yang sempurna ini. Ayat-ayat pembuka ini mempersiapkan jiwa untuk menerima kisah-kisah ujian iman yang akan dibahas selanjutnya dalam surah ini.