Hikmah Surah Al-Kahfi Ayat 23 & 24: Sabar dan Tawakal

Ketenangan dalam Menghadapi Ujian Ilustrasi pohon teguh menghadapi angin, melambangkan kesabaran.

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang kaya akan pelajaran hidup, khususnya dalam menghadapi ujian, fitnah, dan tantangan duniawi. Di antara ayat-ayat yang sangat relevan untuk direnungkan adalah ayat ke-23 dan 24. Ayat-ayat ini berbicara langsung kepada hati seorang mukmin mengenai cara bersikap ketika dihadapkan pada sesuatu yang menarik namun berpotensi menjauhkan dari kebenaran, atau ketika menghadapi kesulitan yang menguji keimanan.

Teks dan Terjemahan Surah Al-Kahfi Ayat 23 & 24

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟ىْءٍ إِنِّى فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi',"
إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ وَٱذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰٓ أَن يَهْدِيَنِ رَبِّى لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
"Kecuali (dengan mengatakan): 'Insya Allah'. Dan ingatlah Tuhanmu apabila kamu lupa dan katakanlah: 'Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini menjadi benar'."

Pelajaran Tentang Kerendahan Hati dan Keterbatasan Usaha Manusia

Dua ayat singkat ini mengandung pondasi penting dalam etika seorang Muslim dalam merencanakan masa depan. Inti dari larangan pada ayat 23 adalah bahaya ujub (merasa bangga atas kemampuan diri) dan perencanaan yang mengabaikan peran mutlak Allah SWT. Ketika seseorang berkata, "Saya pasti akan melakukan X besok," tanpa menyertakan insya Allah, ia sedang menegaskan bahwa keberhasilan tindakannya sepenuhnya berada dalam kendalinya. Ini adalah bentuk penyimpangan tauhid, seolah-olah manusia adalah penguasa tunggal atas waktu dan takdirnya.

Larangan ini mengajarkan kita tentang tawadhu’ (kerendahan hati) hakiki. Kita diperintahkan untuk mengakui bahwa segala kekuatan, kesempatan, dan umur hanyalah pinjaman sementara dari Allah. Perencanaan usaha adalah kewajiban, namun kepastian hasil sepenuhnya ada di tangan Sang Pencipta. Dengan mengucapkan "Insya Allah" (Jika Allah menghendaki), kita menambatkan rencana duniawi kita pada kehendak Ilahi. Ini bukan sekadar formalitas lisan; ini adalah penegasan spiritual bahwa segala sesuatu bergantung pada izin-Nya.

Mengingat Allah Saat Lupa dan Mencari Petunjuk

Bagian kedua dari ayat 24 melengkapi nasihat ini dengan dua perintah lanjutan yang krusial: "Wazkur Rabbaka itha naseet" (Dan ingatlah Tuhanmu apabila kamu lupa) dan "Wa qul 'asa an yahdiyani Rabbiy li'aqraba min hadza rashada" (Katakanlah: 'Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini menjadi benar').

Ketika kita lupa mengucapkan "Insya Allah" atau ketika kita terjerumus dalam kelalaian akibat kesibukan dunia, perintahnya adalah segera beristighfar dan mengingat Allah. Kelupaan adalah sifat alami manusia, namun seorang mukmin harus segera mengoreksi diri dengan berzikir. Kelupaan dalam konteks ini mencakup lupa akan keterbatasan diri dan lupa akan kewajiban spiritual kita.

Selanjutnya, bagian terakhir ayat ini menekankan kebutuhan konstan akan petunjuk Allah (hidayah). Jika ternyata rencana yang kita buat batal karena kehendak Allah, atau jika kita tersesat pada jalan yang salah (rasyid), maka jalan keluarnya adalah memohon agar Allah memberikan petunjuk menuju kebenaran yang lebih baik. Seringkali, pembatalan rencana kita adalah rahmat tersembunyi (al-qadar) yang mencegah kita dari keburukan atau mengarahkan kita ke kebaikan yang belum kita sadari.

Relevansi Kontemporer

Di era modern yang serba cepat ini, di mana perencanaan bisnis dan proyek seringkali bersifat ambisius dan terstruktur tanpa ruang untuk variabel spiritual, pesan Al-Kahfi 23-24 menjadi sangat vital. Banyak kegagalan dan kekecewaan muncul karena kita terlalu bergantung pada prediksi dan kalkulasi kita sendiri, mengabaikan fluktuasi tak terduga dalam kehidupan.

Menerapkan prinsip "Insya Allah" dalam setiap perencanaan—baik itu jadwal kuliah, target kerja, atau janji temu—adalah bentuk nyata dari penyerahan diri yang menenangkan jiwa. Ia membebaskan kita dari beban rasa bersalah berlebihan ketika rencana gagal, karena kita telah memasukkan variabel terpenting: Kehendak Allah. Surah Al-Kahfi, melalui ayat ini, mengajarkan bahwa kesempurnaan manajemen waktu terletak pada integrasi total antara usaha manusia dan berserah diri kepada kuasa Yang Maha Tahu.

🏠 Homepage