Surah Al-Kahfi Ayat 35: Peringatan Bagi Kaum Materialis

Ilustrasi Kontras Kekayaan Dunia dan Akhirat Sebuah visualisasi kontras antara pohon yang lebat (duniawi) dan cahaya yang redup (akhirat). Dunia Fana Akhirat Abadi

Teks dan Terjemahan Ayat

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا 35

Dan dia (orang yang kufur nikmat) masuk kebunnya sedang ia berlaku zalim terhadap dirinya sendiri, seraya berkata: "Aku tidak menyangka kebun ini akan binasa selama-lamanya."

Surah Al-Kahfi, yang sering direkomendasikan untuk dibaca setiap hari Jumat, membawa banyak pelajaran penting mengenai ujian keimanan, salah satunya adalah ujian kekayaan dan kesombongan duniawi. Ayat ke-35 dari surah ini menjadi puncak dari kisah seorang pemilik kebun yang sombong dan kufur nikmat.

Kisah ini, meskipun berlatar belakang masa lampau, adalah cermin nyata bagi kehidupan modern. Ia menggambarkan seorang individu yang begitu terbuai oleh kemewahan materi yang ia miliki—dalam konteks kisah tersebut adalah kebun yang sangat subur dan menghasilkan buah yang melimpah. Ketika ia melihat hasil panennya yang luar biasa, reaksi pertamanya bukanlah rasa syukur kepada Allah SWT, melainkan pengakuan terhadap dirinya sendiri sebagai penyebab utama kesuksesan itu.

Kesombongan di Balik Kemakmuran

Frasa kunci dalam ayat ini adalah "وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ" (sedang ia berlaku zalim terhadap dirinya sendiri). Mengapa ia disebut zalim terhadap dirinya sendiri? Karena kesombongannya menghalangi dirinya untuk mengakui bahwa segala nikmat, termasuk kesuburan tanah dan kemampuan untuk mengusahakannya, adalah titipan dan karunia dari Allah. Ia menempatkan dirinya di atas sumber segala kemakmuran, sebuah bentuk kesyirikan kecil (kufur nikmat) yang merusak pondasi imannya.

Puncak kesombongan ini terlihat dalam perkataannya yang kedua: "مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا" (Aku tidak menyangka kebun ini akan binasa selama-lamanya). Kalimat ini menunjukkan optimisme yang buta dan keterikatan total terhadap dunia. Ia menganggap apa yang ia lihat—kemakmuran fisik yang tampak permanen—sebagai kenyataan abadi. Ia lupa bahwa segala sesuatu di alam semesta ini tunduk pada kehendak dan hukum Allah, dan tidak ada yang kekal kecuali Zat-Nya.

Relevansi Ayat 35 di Era Digital

Dalam konteks masa kini, ayat ini memberikan peringatan keras terhadap mentalitas yang hanya berorientasi pada pencapaian duniawi. Banyak orang saat ini, berbekal kesuksesan finansial, popularitas digital, atau pencapaian akademik yang tinggi, mulai merasa bahwa keberhasilan mereka adalah murni hasil jerih payah pribadi, tanpa menyisipkan unsur syukur kepada Sang Pencipta. Rasa "kebun ini tidak akan binasa" adalah ilusi yang berbahaya. Hari ini bisa kaya raya, esok bisa kehilangan segalanya karena krisis, bencana alam, atau bahkan perubahan tren pasar.

Pesan utama yang disampaikan oleh Surah Al-Kahfi ayat 35 adalah pengingat fundamental: Nilai sejati seseorang tidak terletak pada seberapa luas kebunnya atau seberapa banyak hartanya, melainkan pada kualitas hubungannya dengan Allah. Kekayaan yang tidak disertai rasa syukur akan menjadi racun yang merusak jiwa, membuat pemiliknya buta terhadap realitas akhirat yang kekal. Ketika pemilik kebun itu akhirnya dihancurkan oleh Allah sebagai azab atas kekufurannya (sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat berikutnya), barulah ia menyadari betapa rapuhnya dunia yang ia anggap abadi.

Oleh karena itu, ketika kita menikmati kesuksesan, baik dalam karir, kesehatan, maupun materi, kita wajib merenungkan ayat ini. Kita harus selalu menyertakan ucapan "Insya Allah" dan "Masha Allah" pada setiap rencana atau kekaguman kita terhadap nikmat yang ada, agar kita terhindar dari sifat zalim terhadap diri sendiri seperti yang diceritakan dalam kisah pemilik kebun yang sombong ini. Iman yang teguh menuntut kita untuk selalu mengingat bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara, bukan tujuan akhir.

🏠 Homepage