Terjemahan: "Maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberikan kepadaku (sesuatu) yang lebih baik dari tamannmu (surga), dan mengirimkan (suatu azab) dari langit atas tamannmu, sehingga tamannmu menjadi tanah yang licin (datar)."
(QS. Al-Kahfi: 40)
Surah Al-Kahfi, yang dikenal sebagai surah perlindungan dari fitnah Dajjal, mengandung kisah-kisah edukatif yang mendalam. Ayat ke-40 ini muncul dalam konteks kisah dua orang yang memiliki taman (kebun) yang sangat indah dan subur. Salah seorang di antara mereka adalah seorang mukmin yang rendah hati, sementara yang lainnya adalah orang yang kufur nikmat, sombong, dan mengingkari hari kebangkitan.
Orang yang kufur ini sangat membanggakan kekayaan dan kemegahan tamannya. Ia merasa bahwa apa yang ia miliki adalah buah dari kecerdasan dan usahanya sendiri, tanpa mengakui bahwa segala kenikmatan berasal dari karunia Allah SWT. Kesombongannya memuncak ketika ia berkata kepada temannya yang beriman, seolah-olah taman itu akan abadi selamanya.
Ayat 40 adalah respons atau harapan yang dilontarkan oleh teman yang beriman sebagai penyeimbang dari kesombongan tersebut.
Ayat ini mengandung dua aspek utama yang saling terkait:
Saat ini, kita sering kali terbuai oleh pencapaian duniawi—karir, harta, popularitas—sehingga mudah lupa akan sumber segala karunia tersebut. Surah Al-Kahfi ayat 40 mengajarkan kita untuk selalu memposisikan dunia ini sebagai ujian, bukan tujuan akhir. Ketika kita melihat kesuksesan orang lain (atau bahkan kesuksesan diri sendiri), respons yang benar bukanlah kesombongan atau iri hati, melainkan:
Inti dari ayat ini adalah pengingat bahwa kuasa Allah meliputi segala sesuatu, dan kebaikan sejati hanya datang dari Dia. Keindahan dunia hanyalah sementara, sedangkan janji Allah bagi hamba-Nya yang bertakwa adalah abadi dan jauh lebih berharga daripada taman yang paling megah sekalipun.