Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah terpenting dalam Al-Qur'an, dikenal karena mengandung kisah-kisah teladan, peringatan, dan petunjuk bagi umat manusia. Salah satu ayat yang sering menjadi sorotan adalah ayat ke-56, yang membahas tentang pentingnya memanggil Allah dalam keadaan apapun.
Innal-ladhīna yujādilūna fī āyātillāhi ghaira mutakallimīhā, a ta’tūkum dhālik, fa innamā nu’murukum bihi, wa innallāha lā yuḥibbul-ladhīna hum muṣirūn.
Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa berdasarkan bukti yang datang kepada mereka, maka (akibatnya) hanyalah kesombongan di dalam dada mereka. Mereka sekali-kali tidak akan mencapai (kebenaran) yang mereka kehendaki. Maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(Catatan: Terdapat perbedaan minor dalam penafsiran dan penomoran dalam beberapa sumber, namun inti dari ayat ini adalah peringatan keras terhadap perdebatan yang didasari kesombongan dan keengganan menerima kebenaran dari Allah).
Ayat 56 Surah Al-Kahfi ini memberikan peringatan tegas dari Allah SWT kepada siapa saja yang mencoba mendebat atau membantah ayat-ayat-Nya. Kata kunci yang ditekankan di sini adalah "ghaira mutakallimīhā" (tanpa berdasarkan bukti yang datang kepada mereka). Ini menunjukkan bahwa perdebatan yang sia-sia dan menyesatkan adalah perdebatan yang tidak berlandaskan ilmu, hikmah, atau dalil yang shahih dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Mengapa Allah SWT memberikan peringatan keras mengenai hal ini? Karena perdebatan yang dilandasi hawa nafsu dan kesombongan—bukan mencari kebenaran—hanya akan menumbuhkan "kesombongan di dalam dada mereka" (fī ṣudūrihim kibr). Kesombongan ini adalah penghalang terbesar seseorang untuk menerima hidayah dan kebenaran hakiki. Mereka telah menutup hati mereka rapat-rapat, sehingga kebenaran sejelas apapun akan ditolak karena ego pribadi.
Ketika seseorang telah diselimuti kesombongan, maka tujuan mereka bukanlah mencari keridhaan Allah, melainkan memenangkan argumen, apapun caranya. Ayat ini menegaskan bahwa dengan sikap seperti itu, mereka tidak akan pernah mencapai tujuan sejati yang mereka dambakan, yaitu kebenaran yang membebaskan.
Setelah memberikan peringatan keras tersebut, Allah SWT kemudian menyuguhkan solusi dan jalan keluar terbaik bagi hamba-Nya yang berada dalam godaan perdebatan atau godaan kesombongan dalam beragama. Solusinya sangat sederhana namun mendalam: "Maka mintalah perlindungan kepada Allah."
Ini mengindikasikan bahwa sumber dari perdebatan yang destruktif, kesombongan, dan keengganan menerima kebenaran seringkali berakar pada bisikan syaitan atau kelemahan iman. Oleh karena itu, senjata utama seorang mukmin adalah berlindung kepada Zat yang Maha Kuat, yakni Allah SWT, dengan senantiasa berdo'a dan memohon bimbingan-Nya.
Ayat ini ditutup dengan penegasan sifat Allah, "Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." Penegasan ini berfungsi sebagai penenang sekaligus pengingat. Allah mendengar setiap perdebatan yang dilakukan dalam kesombongan, dan Dia melihat segala isi hati, termasuk niat tersembunyi untuk menolak kebenaran.
Ayat 56 ini datang setelah narasi yang panjang mengenai beberapa kisah penting, termasuk kisah Ashabul Kahfi (pemuda Ashabul Kahfi) dan kisah dua pemilik kebun. Kisah-kisah ini berfungsi sebagai pelajaran nyata tentang kebenaran iman dan bahaya ketergantungan pada duniawi. Ketika seseorang telah memahami pelajaran ini, namun tetap memilih berdebat karena kesombongan intelektual atau materi, maka ayat 56 ini menjadi tamparan keras.
Intinya, Surah Al-Kahfi, khususnya ayat 56, mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati dalam mencari ilmu dan memahami agama. Kebenaran sejati datang dari petunjuk Ilahi, bukan dari akal sempit yang dibalut keangkuhan. Ketika kita merasa tersesat dalam perdebatan, kembalilah kepada Allah dengan permohonan perlindungan dan petunjuk-Nya.