Surah Al-Tabbat, yang juga dikenal dengan nama Surah Al-Masad, adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an, terdiri hanya dari lima ayat. Meskipun singkat, makna yang terkandung di dalamnya sangat padat dan memiliki konteks sejarah yang sangat spesifik. Surah ini diturunkan sebagai peringatan keras dan ancaman ilahi yang ditujukan kepada Abu Lahab, paman Nabi Muhammad SAW, dan istrinya, Ummu Jamil.
Nama "Al-Tabbat" diambil dari ayat pertamanya yang berarti "celakalah" atau "binasalah" kedua tangan Abu Lahab. Nama lain, "Al-Masad," diambil dari ayat terakhir yang merujuk pada tali tambang yang akan digunakan untuk mengikatnya di neraka. Surah ini menjadi contoh nyata bagaimana Al-Qur'an tidak segan-segan memberikan peringatan kepada siapa pun, bahkan kerabat terdekat Rasulullah, yang secara terang-terangan menentang dan memusuhi risalah Islam.
Abu Lahab adalah salah satu penentang paling gigih terhadap dakwah Nabi Muhammad SAW. Meskipun ia adalah saudara kandung ayah Nabi (Abu Thalib), kebenciannya murni berasal dari kesombongan dan penolakan terhadap tauhid. Ketika Nabi mulai berdakwah secara terbuka di Bukit Safa, Abu Lahab adalah orang pertama yang datang dan meneriakkan penolakan keras, mendoakan keburukan kepada Nabi. Ayat-ayat ini turun sebagai respons langsung terhadap permusuhan terbuka tersebut.
Ayat pertama, "Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan dia pun binasa," adalah kutukan yang menunjukkan kehancuran total dan kerugian abadi yang menimpanya. Kata "Tabbat" menyiratkan kegagalan total dalam segala usahanya untuk menghalangi Islam.
Poin penting lain adalah penekanan pada ketidakberdayaan harta dan usaha di hadapan murka Allah. Ayat kedua menegaskan bahwa seluruh kekayaan dan pencapaian duniawi Abu Lahab tidak akan mampu menyelamatkannya dari azab yang dijanjikan. Ini memberikan pelajaran bahwa status sosial atau kekayaan materi tidak ada nilainya sama sekali jika seseorang memilih jalan kesesatan.
Surah ini juga menyoroti peran Ummu Jamil, istri Abu Lahab, yang dijuluki "pembawa kayu bakar" (ḥammālat al-ḥaṭab). Dalam tafsir klasik, julukan ini memiliki dua makna utama. Pertama, secara harfiah, ia dikenal sering menyebarkan duri dan kotoran di jalan yang biasa dilalui Nabi untuk menyakiti beliau. Kedua, secara metaforis, ia adalah pembawa bahan bakar untuk menambah panasnya api permusuhan terhadap Islam.
Kutukan yang menimpanya sangat mengerikan: "Yang pada lehernya ada tali dari sabut (api)." Tali sabut, yang terbuat dari serat kasar, digunakan di dunia untuk mengikat kayu bakar. Di akhirat, Ummu Jamil akan menanggung beban permusuhannya dalam bentuk tali api yang melingkari lehernya saat ia dimasukkan ke dalam neraka jahannam. Ini menunjukkan bahwa permusuhan terhadap kebenaran tidak hanya berdampak pada pelakunya sendiri tetapi juga diperhitungkan bagi mereka yang aktif mendukung kejahatan tersebut.
Meskipun turun karena sebab nuzul yang spesifik, Surah Al-Tabbat memiliki relevansi abadi bagi umat Islam. Ia mengajarkan beberapa prinsip mendasar. Pertama, kebenaran agama tidak akan pernah terkalahkan oleh kekuatan materi atau politik. Abu Lahab adalah tokoh terpandang di Mekkah saat itu, namun kekuasaannya runtuh seketika di hadapan wahyu ilahi.
Kedua, surah ini memperingatkan bahwa permusuhan terbuka terhadap ajaran Allah akan berujung pada kerugian yang kekal. Sikap meremehkan atau menertawakan risalah Nabi adalah pintu menuju kehancuran.
Ketiga, Surah Al-Tabbat adalah bukti nyata kebenaran mukjizat Al-Qur'an. Karena ancaman tersebut diucapkan secara spesifik kepada Abu Lahab, yang hidup setelah ayat itu diturunkan, ia diharapkan untuk masuk Islam dan membatalkan ramalan tersebut jika ia mampu. Namun, ia menolak hingga ajal menjemput, membuktikan bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang tidak dapat diubah. Surah ini berdiri kokoh sebagai salah satu penghiburan bagi Nabi Muhammad SAW bahwa permusuhan yang paling dekat pun tidak akan mampu memadamkan cahaya Islam.
Secara keseluruhan, Surah Al-Tabbat Yada adalah deklarasi akhir dari Allah SWT terhadap kekalahan total kaum penentang, menegaskan bahwa iman dan amal saleh jauh lebih berharga daripada seluruh kekayaan duniawi yang digunakan untuk menindas kebenaran.