Visualisasi perbandingan kekal dan fana.
Surah Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, kaya akan pelajaran penting, salah satunya terdapat pada ayat ke-45. Ayat ini memberikan perumpamaan yang sangat jelas mengenai hakikat kehidupan dunia. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memberikan perumpamaan (mathal) kepada manusia tentang kehidupan duniawi yang cepat berlalu.
Perumpamaan utamanya adalah hujan yang turun dari langit. Air hujan adalah sumber kehidupan; ia menghidupkan bumi yang kering, membuat tanaman tumbuh hijau subur, berbunga, dan menghasilkan buah. Pada masa inilah dunia tampak indah, penuh pesona, dan memberikan kesenangan materiil yang melimpah. Manusia cenderung terlena oleh kemegahan ini, melupakan asal usul dan tujuan akhir mereka.
Namun, kesuburan itu hanya sesaat. Ketika musim berganti atau waktu yang telah ditentukan tiba, tanaman tersebut akan mengering, menjadi rapuh, dan berubah menjadi hasyīman (rerumputan kering yang mudah hancur). Rerumputan kering ini kemudian dengan mudah diterbangkan oleh angin ke mana saja. Ini melambangkan bahwa seluruh kemuliaan, kekayaan, kekuasaan, dan kesenangan duniawi akan lenyap dan tercerai-berai tanpa daya, secepat angin meniup debu.
Ayat ini berfungsi sebagai pengingat abadi tentang konsep fana (kehancuran) versus baqa (kekekalan). Fokus utama ayat ini adalah mengarahkan pandangan seorang mukmin dari kesenangan sesaat menuju tujuan abadi, yaitu kehidupan akhirat.
Kelebihan duniawi, baik itu jabatan, harta, kecantikan, atau popularitas, ibarat "tanaman yang disuburkan oleh hujan". Meskipun nikmat pada saatnya, ia pasti akan berakhir. Merasa terlalu bangga atau bergantung sepenuhnya pada hal-hal duniawi adalah bentuk kelalaian besar, karena realitasnya semua itu bersifat sementara dan rapuh.
Di akhir ayat disebutkan, "...dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu" (wa kaanallāhu 'alā kulli syai'in muqtadirā). Penutup ini sangat penting. Setelah menggambarkan betapa mudahnya segala sesuatu di dunia ini berubah dan hancur oleh kehendak alam (yang sesungguhnya adalah ciptaan Allah), ayat menegaskan bahwa Allah adalah Zat yang memegang kendali mutlak. Dialah yang menghidupkan dan mematikan, menumbuhkan dan mengeringkan. Ini menjadi penegasan bahwa hanya kepada Zat Yang Maha Kuasa inilah seharusnya segala harap dan upaya diarahkan sepenuhnya.
Dengan memahami perumpamaan ini, seorang Muslim didorong untuk tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir. Sebaliknya, dunia hanyalah ladang atau tempat persinggahan untuk menanam amal saleh sebagai bekal menuju akhirat yang kekal. Ketidakpastian akhir dari segala kesenangan duniawi seharusnya mendorong kita untuk lebih serius dalam urusan ibadah dan ketaatan.
Ayat 45 ini sangat erat kaitannya dengan tema utama Surah Al-Kahfi, yaitu ujian-ujian dalam kehidupan: ujian harta (pemilik taman yang sombong), ujian kekuasaan (Dzulqarnain yang kuat), dan ujian ilmu (kisah Musa dan Khidir). Semua ujian tersebut pada dasarnya menguji bagaimana seseorang menyikapi daya tarik duniawi.
Perumpamaan hujan yang menjadi kering ini menegaskan pesan yang disampaikan pada ayat-ayat sebelumnya, yaitu peringatan agar tidak terbuai oleh gemerlap duniawi yang cepat sirna. Jika kita mengejar kesenangan yang sifatnya "seperti tanaman kering", maka upaya kita akan sia-sia dan berakhir dengan kehampaan di hadapan Allah SWT.