Keutamaan Ayat Penutup Surah Al-Kahfi
Surah Al-Kahfi, yang sering dibaca pada hari Jumat, memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Surah ini menyimpan kisah-kisah penting tentang keimanan, ujian dunia, dan peringatan terhadap fitnah. Salah satu bagian yang memiliki penekanan kuat bagi para mufassir adalah ayat terakhirnya, yaitu Surah Al-Kahfi ayat 110.
Ayat ini berfungsi sebagai penutup yang sempurna bagi narasi panjang mengenai pelajaran yang terkandung dalam surah tersebut. Ayat ini menekankan pentingnya Tauhid (mengesakan Allah) dan memperingatkan umat manusia agar tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, bahkan dalam bentuk harapan atau perbuatan baik yang dilakukan untuk selain-Nya.
Teks Surah Al-Kahfi Ayat Terakhir (110)
Ayat 110 adalah penutup yang mengingatkan kita pada tujuan akhir penciptaan dan ketaatan. Berikut adalah teks aslinya dalam bahasa Arab, beserta transliterasi dan terjemahannya:
Penjelasan Mendalam Mengenai Ayat 110
Ayat ini mengandung dua poin utama yang saling berkaitan erat: penegasan kenabian dan perintah untuk amal saleh tanpa kesyirikan. Bagian pertama, "Katakanlah: 'Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia biasa yang diwahyukan kepadaku...'", adalah klarifikasi langsung dari Nabi Muhammad SAW mengenai hakikat dirinya. Beliau menegaskan bahwa meskipun menerima wahyu ilahi, beliau tetaplah manusia biasa, bukan malaikat atau Tuhan, untuk mencegah umatnya melakukan pemujaan berlebihan.
Inti dari ajaran ini adalah penguatan pesan utama Al-Qur'an: "...Rabb kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Ini adalah fondasi seluruh ajaran Islam, yakni tauhid mutlak. Setelah menegaskan keesaan Allah, ayat ini kemudian beralih ke aplikasi praktis bagi kehidupan seorang mukmin.
Amal Saleh dan Larangan Syirik
Bagian kedua merupakan perintah praktis yang sangat berat dan mulia: "Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada-Nya."
Mengharapkan Perjumpaan dengan Rabb-Nya (لقاء ربه): Ini merujuk pada Hari Kiamat, saat setiap individu akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya di hadapan Allah SWT. Harapan ini seharusnya menjadi motivasi terbesar untuk beribadah dan beramal.
Amal Saleh (عملًا صالحًا): Amal saleh adalah segala perbuatan baik yang sesuai dengan syariat Allah. Namun, kebaikan amal ini menjadi sia-sia jika syarat kedua tidak dipenuhi.
Larangan Syirik (ولا يشرك بعبادة ربه أحدا): Ini adalah syarat mutlak diterimanya amal saleh. Kesyirikan (syirik) adalah dosa terbesar dalam Islam. Amal sebanyak apapun, meskipun terlihat baik di mata manusia (seperti sedekah besar atau shalat yang lama), akan hangus dan batal jika didasari niat yang menyekutukan Allah, misalnya beramal agar dipuji manusia (riya') atau berharap imbalan dari selain Allah.
Para ulama menekankan bahwa ayat terakhir Surah Al-Kahfi ini merangkum dua prinsip penting dalam Islam: Ikhlas (mengerjakan amal saleh semata-mata karena Allah) dan Ittiba' (mengikuti tata cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW). Kedua hal ini menjamin bahwa ibadah kita murni dan diterima.
Implikasi Spiritual dalam Kehidupan Sehari-hari
Merenungkan surah Al-Kahfi, terutama ayat terakhirnya, membantu kita mengevaluasi niat kita. Ketika kita sedang berjuang melawan fitnah dunia—baik itu fitnah harta, kekuasaan, maupun kesesatan pemikiran—ayat ini mengingatkan kita bahwa kesuksesan sejati terletak pada kemurnian hubungan kita dengan Pencipta. Kita harus selalu menimbang setiap tindakan, shalat, puasa, bahkan niat di hati, apakah ia benar-benar dipersembahkan hanya untuk Allah Yang Maha Esa.
Surah Kahfi mengajarkan kita bahwa iman harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang bersih dari noda kesyirikan. Oleh karena itu, mengamalkan isi ayat terakhir ini berarti menjaga integritas spiritual kita hingga akhir hayat, agar kita benar-benar menjadi hamba yang layak bertemu dengan Rabbnya dengan wajah berseri.