Surat Al-Fatihah, atau yang dikenal sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Qur'an), adalah surat wajib yang dibaca dalam setiap rakaat salat umat Islam. Di dalamnya terkandung doa permohonan yang sangat mendasar dan menyeluruh. Salah satu ayat kunci yang mengandung inti permohonan tersebut adalah surat Al-Fatihah ayat ke-6. Ayat ini merupakan puncak permintaan seorang hamba kepada Tuhannya setelah memuji dan mengesakan-Nya.
إِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
"Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus,"
Ayat keenam ini, surat Al-Fatihah ayat ke-6, berfokus pada petunjuk. Setelah kita mengakui kekuasaan Allah semata ("Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan"), langkah logis berikutnya adalah memohon bimbingan. Hidup di dunia ini penuh dengan persimpangan, pilihan moral, dan godaan yang menyesatkan. Tanpa petunjuk ilahi, manusia rentan tersesat ke jalan kebinasaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Permintaan ini bukanlah sekadar permintaan biasa. Ia adalah pengakuan akan keterbatasan akal manusia dalam menavigasi kompleksitas kehidupan. Jalan yang diminta adalah "Ash-Shirathal Mustaqim" (jalan yang lurus). Kata 'ash-shirat' merujuk pada jalan yang jelas, lebar, dan aman dari bahaya. Sementara 'al-mustaqim' menegaskan bahwa jalan tersebut harus tegak lurus, tanpa menyimpang ke kiri (kesesatan) atau ke kanan (penyimpangan).
Makna dari jalan yang lurus ini dijelaskan lebih lanjut pada ayat ketujuh, yang menjadi pelengkap dari permohonan ayat keenam. Jalan yang lurus dalam konteks Islam mencakup tiga dimensi utama:
Ketika seorang hamba mengucapkan surat Al-Fatihah ayat ke-6, ia secara implisit menyatakan bahwa ia tidak ingin mengikuti jalan orang-orang yang telah menyimpang dari kebenaran. Permintaan ini menunjukkan kerendahan hati dan ketergantungan total kepada Allah SWT sebagai satu-satunya sumber petunjuk yang valid. Jika Allah tidak memberikan petunjuk, manusia akan berjalan dalam kegelapan kebodohan dan hawa nafsu.
Ayat ketujuh Al-Fatihah menjadi penjelas yang vital. Ia membedakan antara jalan yang lurus yang diminta dan dua jalan lain yang harus dihindari. Jalan yang pertama adalah jalan orang-orang yang *dianugerahi nikmat* (An'amta 'alaihim), yaitu jalan para nabi, siddiqin, syuhada, dan shalihin. Ini adalah model teladan yang ingin kita ikuti.
Dua kelompok lain yang disebutkan untuk dijauhi adalah:
Oleh karena itu, ketika kita mengulang-ulang pembacaan surat Al-Fatihah ayat ke-6 dalam salat, kita sedang melakukan sebuah proses pembaruan komitmen spiritual. Ini adalah doa yang universal dan abadi, relevan bagi setiap Muslim di setiap zaman dan kondisi. Ini adalah doa agar kita senantiasa diberikan konsistensi (istiqamah) di atas manhaj yang benar, jauh dari penyimpangan yang membawa pada kemurkaan atau kesesatan. Memahami kedalaman ayat ini akan mengubah kualitas salat kita dari sekadar ritual menjadi dialog permohonan yang penuh kesadaran dan harapan.