Dalam khazanah keislaman, terdapat surat-surat yang memiliki kedudukan sangat istimewa, bahkan menjadi pilar utama dalam ibadah dan keyakinan sehari-hari. Dua di antaranya adalah Surat Al-Fatihah (Pembukaan) dan Surat Al-Ikhlas (Memurnikan Keimanan). Keduanya seringkali dibaca bersamaan dalam shalat dan menjadi peneguh aqidah seorang Muslim. Keutamaan keduanya disebutkan dalam banyak hadis sahih, menyoroti betapa pentingnya pemahaman dan penghayatan makna di balik ayat-ayatnya.
Al-Fatihah adalah induk Al-Qur'an, sedang Al-Ikhlas adalah sepertiga Al-Qur'an. Kedua pernyataan ini menunjukkan bahwa keduanya bukan sekadar bacaan rutin, melainkan ringkasan padat dari seluruh ajaran tauhid yang termaktub dalam kitab suci umat Islam.
Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan merupakan rukun sahnya shalat. Ia disebut juga Ummul Kitab (Induk Al-Qur'an) karena memuat inti sari ajaran Islam, mulai dari pujian kepada Allah, penyerahan diri, hingga permohonan petunjuk jalan yang lurus.
Ayat pertama menegaskan bahwa segala bentuk pujian hanya layak ditujukan kepada Allah SWT. Kemudian, dilanjutkan dengan pengakuan bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemelihara seluruh makhluk.
Ayat ini menguatkan sifat kasih sayang Allah yang melingkupi seluruh ciptaan-Nya. Setelah memuji, seorang hamba mulai menunjukkan rasa takut dan harapannya.
Penegasan kekuasaan mutlak Allah pada hari kiamat, hari di mana semua manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ini memotivasi seorang Muslim untuk beramal saleh.
Ini adalah puncak pengakuan tauhid; penyerahan total dalam ibadah (hak Allah) dan ketergantungan mutlak (memohon pertolongan).
Permintaan esensial seorang mukmin: petunjuk untuk menempuh jalan yang diridai Allah.
Penutup yang memohon agar dijauhkan dari jalan orang-orang yang sesat (seperti Nashara) dan orang-orang yang dimurkai (seperti Yahudi), sebagaimana dijelaskan dalam tafsir.
Surat Al-Ikhlas sering disebut sebagai 'Qul Huwa Allahu Ahad' dan memiliki posisi agung karena secara ringkas namun tegas menjelaskan hakikat Allah SWT yang Maha Esa. Rasulullah SAW bersabda bahwa membacanya setara dengan membaca sepertiga Al-Qur'an, sebab ia memuat inti ajaran tauhid.
Ayat pertama adalah penegasan tunggalitas Allah. Tidak ada yang setara, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Ash-Shamad bermakna Zat yang menjadi tujuan semua makhluk dalam kebutuhan mereka, sementara Dia sendiri tidak membutuhkan apapun. Inilah puncak kemandirian ilahi.
Ayat ini menolak segala bentuk penyekutuan dalam ketuhanan, termasuk anggapan bahwa Allah memiliki keturunan atau berasal dari siapapun. Penolakan terhadap konsep reinkarnasi atau pewarisan sifat ketuhanan.
Ayat penutup yang menyempurnakan penolakan terhadap segala bentuk penyerupaan. Tidak ada makhluk, tidak ada konsep, tidak ada ideologi yang dapat dikatakan setara atau sebanding dengan keagungan Allah.
Ketika Al-Fatihah dan Al-Ikhlas dibaca bersama, ia membentuk sebuah kerangka ibadah yang sempurna:
Dengan membaca keduanya, seorang Muslim telah menyelesaikan pemujian tertinggi kepada Allah (Al-Fatihah) sekaligus menegaskan kemurnian akidah tauhidnya (Al-Ikhlas). Karena alasan inilah, para ulama sangat menganjurkan untuk menghayati kedua surat ini, menjadikannya benteng spiritual yang kokoh dalam menghadapi godaan syirik dan penyimpangan pemikiran. Memahami isinya adalah langkah awal mengamalkan isinya, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan memohon petunjuk jalan-Nya yang lurus.