Menggali Makna Ayat Terakhir Al-Ikhlas
Surat Al-Ikhlas, yang berarti 'Pemurnian Tauhid', adalah salah satu surat terpendek namun memiliki kedudukan agung dalam Al-Qur'an. Disebutkan bahwa surat ini setara dengan sepertiga isi Al-Qur'an karena kemampuannya merangkum esensi pengesaan Allah SWT secara fundamental. Surat ini terdiri dari empat ayat, dan fokus kita kali ini adalah ayat penutupnya.
Ayat terakhir dari Surat Al-Ikhlas adalah:
وَلَمْ يَكُنْ لَهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ
(Q.S. Al-Ikhlas: 4)
Secara harfiah, ayat ini dapat diterjemahkan sebagai: "Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." Ayat ini merupakan klimaks sekaligus penegasan pamungkas dari seluruh pesan yang disampaikan dalam tiga ayat sebelumnya. Jika ayat pertama menegaskan keunikan Allah (Ahad), ayat kedua menjelaskan bahwa Dia adalah tempat bergantung segala sesuatu (Ash-Shamad), dan ayat ketiga meniadakan kelahiran-Nya dan kelahiran siapa pun, maka ayat keempat berfungsi sebagai perisai penutup dari segala bentuk penyamaan.
Penafian Total dari Kemiripan
Makna "tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia" adalah penolakan mutlak terhadap konsep tandingan, pasangan, atau perbandingan apa pun terhadap Dzat Allah SWT. Dalam konteks teologi Islam, ini menolak ide Trinitas, dualisme (dua Tuhan), atau segala bentuk politeisme. Allah tidak memiliki pasangan dalam penciptaan, tidak memiliki anak, dan tidak ada makhluk yang memiliki sifat-sifat-Nya secara sempurna.
Keistimewaan dari surat al ikhlas ayat terakhir ini adalah ia menutup ruang interpretasi yang mungkin masih menyisakan keraguan setelah ayat sebelumnya. Ayat ini menegaskan bahwa kesempurnaan Allah bersifat absolut dan tak terhingga, sementara segala sesuatu selain-Nya bersifat partikular, terbatas, dan membutuhkan. Tidak ada raja yang setara dengan Raja Mutlak, tidak ada pencipta yang setara dengan Pencipta Tunggal.
Dalam penafsiran para ulama, ayat ini juga mencakup penolakan terhadap segala bentuk perbandingan dalam sifat-sifat-Nya. Misalnya, ketika kita memuji keberanian seseorang, kita menggunakan kata 'berani seperti singa'. Namun, ketika berbicara tentang Allah, kita tidak diperbolehkan menggunakan perumpamaan makhluk ciptaan-Nya untuk menggambarkan sifat-Nya, karena itu otomatis akan menciptakan kesetaraan yang mustahil.
Keutamaan dan Dampak Spiritual Ayat Keempat
Membaca dan merenungkan ayat terakhir ini memiliki dampak spiritual yang mendalam. Ini mengajarkan kerendahan hati (tawadhu') kepada pembacanya. Ketika kita menyadari betapa agungnya Dzat yang kita sembah—satu-satunya yang mutlak dan tanpa tandingan—maka segala masalah duniawi terasa kecil dan segala upaya penyembahan kita terasa kurang memadai, namun mendorong kita untuk terus berusaha lebih baik.
Keutamaan membaca Surat Al-Ikhlas secara keseluruhan telah dijelaskan dalam banyak hadits sahih, di mana Rasulullah SAW menyatakan bahwa membacanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an. Ini berarti, kesatuan pesan dalam ayat keempat—penolakan terhadap kemiripan—adalah inti kekuatan tauhid yang disebarkan oleh Al-Qur'an. Ketika seseorang benar-benar menghayati bahwa Tuhannya tidak ada bandingannya, maka ia akan terbebas dari segala bentuk kekhawatiran yang timbul dari ketergantungan pada makhluk yang terbatas.
Kebebasan dari rasa takut, ketergantungan pada selain Allah, dan penyimpangan akidah dimulai dari pemahaman kokoh tentang ayat ini. Ia memurnikan niat (ikhlas) hanya kepada Dzat yang Maha Esa, yang tidak membutuhkan apa pun dan tidak ada yang menyerupai-Nya. Oleh karena itu, mempelajari surat al ikhlas ayat terakhir bukan sekadar menghafal teks, melainkan menginternalisasi pondasi keimanan yang paling kokoh.
Kesimpulan Singkat
Ayat keempat Al-Ikhlas, "Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia," adalah benteng pertahanan akidah. Ayat ini menegaskan keunikan absolut Allah SWT, menafikan segala bentuk perbandingan, tandingan, atau kemiripan. Memahami dan mengamalkan makna ayat ini adalah kunci untuk mencapai kemurnian iman yang sesungguhnya.