Dalam dunia keislaman, terdapat berbagai amalan dan bacaan yang memiliki kedudukan istimewa. Salah satu surat yang paling sering dibaca dan dihafal adalah Surat Al Ikhlas (QS. Al-Ikhlas). Keagungannya terletak pada penegasan tauhid murni, yang menjadikannya setara dengan sepertiga Al-Qur'an. Namun, seiring berjalannya waktu dan penyebaran informasi yang tidak terverifikasi, munculah sebuah mitos yang cukup menarik perhatian, yaitu praktik surat al ikhlas dibaca terbalik.
Pembahasan mengenai membaca surat Al-Ikhlas secara terbalik seringkali muncul dalam diskusi-diskusi non-akademis atau dalam konteks cerita rakyat mengenai ilmu gaib atau perlindungan diri. Penting bagi umat Islam untuk membedakan antara ajaran yang sahih berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan mitos atau takhayul yang berkembang di masyarakat.
Ilustrasi kesederhanaan dan ketauhidan inti Al Ikhlas.
Surat Al-Ikhlas (Qul Huwa Allahu Ahad) adalah penegasan tunggal bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada satupun yang setara dengan-Nya. Ayat-ayat ini adalah fondasi utama dalam Islam. Karena kedudukannya yang sangat tinggi ini, para ulama sepakat bahwa tata cara pembacaannya harus sesuai dengan mushaf standar (urutan ayat yang benar).
Setiap huruf dan urutan ayat dalam Al-Qur'an memiliki hikmah yang ditetapkan oleh Allah SWT. Mengubah susunan ayat, atau dalam kasus ini, surat al ikhlas dibaca terbalik, secara inheren akan mengubah makna dan struktur teologis yang ingin disampaikan. Jika surat ini dibaca terbalik, secara harfiah urutan maknanya akan menjadi kacau dan tidak lagi sesuai dengan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kekhawatiran utama muncul ketika praktik membaca terbalik dihubungkan dengan upaya mencari kekuatan supranatural atau mengamalkan praktik sihir. Dalam tradisi Islam, segala bentuk pemujaan atau penggunaan ayat suci dengan cara yang menyimpang dari tuntunan Rasulullah SAW, termasuk membalik urutan bacaan, sangat dicela dan dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam bid'ah, bahkan syirik.
Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah tegas menyatakan bahwa Al-Qur'an harus dibaca secara tartil (perlahan dan benar), sesuai dengan kaidah ilmu tajwid dan urutan yang telah ditetapkan. Tidak ada satu pun dalil sahih yang menganjurkan atau membolehkan pembacaan surat Al-Ikhlas, atau surat lainnya, dibaca secara terbalik untuk tujuan spiritualitas atau perlindungan diri.
Mitos mengenai surat al ikhlas dibaca terbalik seringkali berakar pada beberapa hal. Pertama, adanya kesalahpahaman mengenai "ilmu laduni" atau pengetahuan yang diberikan langsung oleh Allah, yang kemudian disalahartikan sebagai izin untuk memodifikasi teks suci. Kedua, dalam beberapa kepercayaan lokal di luar ranah syariat yang ketat, praktik pembalikan bacaan dianggap sebagai jimat atau penangkal energi negatif.
Namun, perlindungan sejati dalam Islam datang dari ketaatan penuh dan pengamalan dzikir serta doa yang sahih, seperti membaca surat Al-Falaq, An-Nas, dan tentu saja, Al-Ikhlas dalam urutan normalnya, terutama saat pagi dan petang.
1. Qul Huwallāhu Ahad
2. Allāhus-Samad
3. Lam Yalid Wa Lam Yūlad
4. Wa Lam Yakul Lahū Kufuwan Ahad
(Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.)
Inti dari pembahasan ini adalah penegasan bahwa kemuliaan amalan terletak pada kesesuaiannya dengan tuntunan syariat. Ketika berhadapan dengan teks suci seperti Al-Qur'an, sikap seorang Muslim adalah tunduk dan mengikuti apa yang telah diajarkan. Oleh karena itu, gagasan mengenai surat al ikhlas dibaca terbalik harus dikategorikan sebagai mitos yang tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam yang benar.
Untuk mendapatkan keberkahan dan perlindungan Allah SWT, umat Islam dianjurkan untuk senantiasa membaca surat-surat pendek seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas secara rutin dalam urutan yang telah ditetapkan, sambil menghayati makna tauhid yang terkandung di dalamnya. Ketaatan dalam mengikuti Sunnah jauh lebih utama daripada mencari jalan pintas melalui praktik-praktik yang tidak memiliki landasan agama yang kuat.