Surat Al-Kahfi, yang sering dibaca pada hari Jumat, membawa banyak pelajaran penting mengenai iman, ujian dunia, dan hakikat keabadian. Ayat-ayat terakhirnya, khususnya ayat 106 hingga 110, berfungsi sebagai penutup yang kuat, memberikan peringatan sekaligus harapan tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menjalani kehidupan di dunia yang fana ini.
Ayat-ayat ini secara lugas memisahkan antara dua kelompok manusia: mereka yang menyia-nyiakan hidupnya dengan harapan palsu di dunia, dan mereka yang beramal saleh demi balasan di akhirat. Peringatan utama di sini adalah tentang ilusi kenikmatan duniawi yang akan segera sirna, berbanding lurus dengan pahala hakiki di sisi Allah SWT.
Berikut adalah rangkuman dari lima ayat penutup yang sarat makna ini:
Dua poin utama yang ditekankan pada ayat 107 hingga 108 adalah bahwa ganjaran bagi orang beriman adalah Jannatul Firdaus, sebuah tempat yang begitu mulia sehingga penghuninya tidak akan pernah ingin meninggalkannya. Ini adalah kontras tajam dengan orang-orang yang terpedaya oleh kenikmatan dunia yang hanya bersifat sementara dan pasti akan ditinggalkan.
Ayat 109 adalah pernyataan agung mengenai keagungan dan keluasan ilmu serta firman Allah SWT. Jika seluruh lautan di dunia ini dijadikan tinta, ia akan habis sebelum mampu mencatat seluruh kalimat Allah. Ini menegaskan bahwa kedalaman kebenaran ilahi jauh melampaui kapasitas ciptaan materi mana pun. Motivasi kita dalam hidup haruslah berorientasi pada sumber kebenaran yang tak terbatas ini.
Puncak dari rangkuman ini terdapat pada Surat Al-Kahfi ayat 110. Ayat ini berfungsi sebagai penutup, memberikan formula sederhana namun mendalam untuk kehidupan abadi:
Mengharap perjumpaan dengan Tuhan (yarjū liqā'a Rabbih) adalah motivasi tertinggi. Ketika seseorang benar-benar mengharapkan perjumpaan itu, secara otomatis ia akan meninggalkan perbuatan sia-sia dan fokus pada investasi amal yang pahalanya abadi, bukan yang hanya menghasilkan kenikmatan sesaat di dunia yang fana.