Peringatan Tentang Batasan Ilmu dan Kekuasaan
Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang sarat akan pelajaran hidup, terutama yang terdapat pada ayat 26 hingga 50. Bagian ini seringkali diawali dengan petunjuk ilahi mengenai pentingnya kesabaran dan kerendahan hati dalam menghadapi pengetahuan dan harta dunia.
Allah berfirman:
"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, 'Saya pasti melakukan itu besok,' (23) kecuali (dengan menambahkan): 'Insya Allah'." (QS. Al-Kahfi: 23-24 - *Catatan: Ayat 26 yang dimaksud seringkali merujuk pada lanjutan konteks ini, namun kita fokus pada ayat 26-50 secara keseluruhan.*)
Ayat-ayat selanjutnya menguatkan bahwa segala urusan berada di tangan Allah. Ini adalah pengingat penting bagi manusia agar tidak merasa memiliki kendali mutlak atas masa depan. Ayat 26-31 membuka lembaran baru dengan kisah Nabi Musa dan Khidir, sebuah narasi fundamental tentang pencarian ilmu dan hikmah yang melampaui pemahaman lahiriah manusia biasa.
Ilustrasi Pencarian Ilmu dan Hikmah
Kisah Nabi Musa dan Khidir: Batasan Pengetahuan Manusia
Kisah Musa dan Khidir (ayat 60-82) adalah inti pelajaran dari rentang ayat ini. Nabi Musa, seorang nabi besar yang diberi Taurat, merasa perlu berguru lebih lanjut. Pertemuan dengan Khidir menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas, dan apa yang tampak buruk di mata manusia bisa jadi merupakan kebaikan tersembunyi yang diturunkan Allah.
Tiga peristiwa kunci terjadi: perahu yang dirusak, anak laki-laki yang diwafatkan, dan dinding yang diperbaiki. Masing-masing peristiwa memicu protes dari Musa karena bertentangan dengan logika dan rasa keadilannya. Khidir selalu menjawab, "Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu, bahwa kamu tidak akan dapat bersabar untuk mengikutiku?" (Ayat 75).
Pelajaran utama di sini adalah **kerendahan hati intelektual**. Seorang yang alim sekalipun harus menyadari keterbatasan ilmunya di hadapan Kebijaksanaan Ilahi. Ketika Khidir berpisah dengan Musa, ia menjelaskan hikmah di balik tindakannya, menegaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan atas izin Allah untuk tujuan yang lebih besar.
Perbandingan Dua Golongan Pemilik Kebun (Ayat 32-44)
Ayat 32-44 memberikan perumpamaan yang sangat kuat tentang bahaya kekayaan dan kesombongan. Ada dua orang bersaudara, satu diberi rezeki berupa kebun yang subur dan ia menjadi sombong, mengingkari hari kebangkitan, dan meremehkan saudaranya yang lebih sederhana.
Pemilik kebun yang sombong berkata:
"Aku tidak menyangka bahwa kebun ini akan binasa selama-lamanya." (Ayat 35)
Namun, Allah membinasakan seluruh hasil kebunnya dalam sekejap karena kesombongannya. Saudaranya yang beriman menasihati:
Perbandingan ini mengajarkan bahwa kekayaan duniawi bersifat fana dan dapat hilang tanpa peringatan. Kesombongan yang muncul karena harta adalah penyakit yang dapat menjauhkan seseorang dari kebenaran dan pertanggungjawaban di akhirat. Fokus utama seharusnya adalah pada amal yang kekal, bukan pada kemewahan yang sementara.
Peringatan Tentang Pertanggungjawaban di Hari Kiamat (Ayat 45-50)
Rentang ayat diakhiri dengan deskripsi detail tentang Hari Kiamat. Allah memerintahkan Rasulullah untuk mengingatkan umatnya bahwa kehidupan dunia ini hanyalah perumpamaan kesenangan sesaat.
Ayat 47 menekankan aspek amal perbuatan sebagai penentu nasib:
"Dan (ingatlah) pada hari Kami hilangkan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi datar dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia) dan Kami tidak tinggalkan seorang pun dari mereka." (Ayat 47)
Semua manusia akan dikumpulkan tanpa terkecuali. Di hadapan Allah, segala kekuasaan duniawi—harta, keturunan, jabatan—menjadi tidak berarti. Yang tersisa hanyalah pertanggungjawaban amal shaleh. Ayat 49 dan 50 secara tegas menyatakan bahwa catatan amal (kitab) akan dibuka, dan manusia akan melihat akibat dari perbuatan mereka. Tidak ada satu pun yang tersembunyi dari perhitungan Allah.
Secara keseluruhan, Surat Al-Kahfi ayat 26-50 berfungsi sebagai kompas moral dan spiritual: Bersikaplah rendah hati dalam ilmu (seperti Musa), waspadalah terhadap kesombongan karena harta (seperti pemilik kebun), dan selalu sadar bahwa kehidupan ini adalah persiapan untuk hari pertanggungjawaban yang pasti akan tiba.