Surat Al-Kahfi adalah surat yang kaya akan hikmah, seringkali disunnahkan untuk dibaca setiap hari Jumat. Khususnya pada rentang ayat 30 hingga 40, kita dipertemukan dengan dua narasi penting yang membahas tentang balasan bagi orang beriman dan perbandingan kontras dengan nasib orang yang kufur serta terlalu cinta dunia.
Ayat-ayat pembuka ini segera memberikan kabar gembira kepada hamba-hamba Allah yang taat. Allah SWT berfirman:
"(30) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Kami akan memelihara pahala orang-orang yang mengerjakan amal yang baik di antara mereka. (31) Mereka itulah yang akan memperoleh surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; di surga itu mereka diberi perhiasan gelang-gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal..."
Fokus utama dari ayat ini adalah integrasi antara iman (keyakinan hati) dan amal saleh (tindakan nyata). Allah tidak akan menyia-nyiakan sedikit pun kebaikan yang dilakukan. Balasan yang dijanjikan sangat mewah dan abadi: Surga 'Adn dengan segala kenikmatannya, termasuk perhiasan emas dan pakaian sutra terbaik. Ini adalah motivasi kuat agar seorang mukmin senantiasa berbuat baik tanpa merasa usahanya sia-sia.
Setelah menggambarkan kebahagiaan abadi, Allah menyajikan perumpamaan kontras tentang kondisi orang-orang yang hanya mengejar dunia:
"(32) Dan jadikanlah bagi mereka suatu perumpamaan dua orang lelaki, Kami jadikan bagi salah seorang di antara keduanya dua kebun dari anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan Kami jadikan di antara keduanya (sejenis) tanaman. (33) Kedua kebun itu menghasilkan buahnya pada tiap-tiap musim dan kebun itu tidak kurang buahnya sedikit pun dan Kami alirkan sungai di kedua kebun itu, (34) dan adalah (orang itu) mempunyai kekayaan yang banyak, maka ia berkata kepada temannya sedang ia bercakap-cakap dengannya: 'Hartaku lebih banyak daripadamu dan pengikutku lebih hebat.' (35) Dan ia memasuki kebunnya sedang ia berbuat zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: 'Aku tidak menyangka bahwa ini akan binasa selama-lamanya.'"
Perumpamaan ini menggambarkan seorang pemilik kebun yang sangat bangga dengan kekayaan materi dan jumlah pengikutnya. Ia sombong, meremehkan temannya yang mungkin lebih sedikit hartanya, dan yang paling fatal, ia melupakan potensi akhir dari harta tersebut—yaitu kehancuran. Kesombongan dan ketergantungan total pada duniawi adalah bentuk kezaliman terhadap diri sendiri, karena ia gagal menempatkan Allah sebagai sumber segala nikmat.
Ketakaburan pemilik kebun tersebut berujung pada bencana. Ayat-ayat selanjutnya menunjukkan bahwa kekayaan dunia hanyalah titipan yang bisa hilang kapan saja:
"(36) Dan tidak ada baginya sekelompok penolong yang dapat menolongnya selain Allah; dan ia pun tidak dapat membela dirinya sendiri. (37) Di sanalah pertolongan (pertolongan yang sebenarnya) adalah kepunyaan Allah Yang Maha Benar. Dia adalah Pemberi pahala yang paling baik dan Pemberi balasan yang paling baik. (38) Dan perumpamakanlah kepada mereka kehidupan dunia ini seperti hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah bermacam-macam tumbuhan dunia. Kemudian tumbuhan itu menjadi kering dan hancur. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (39) Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan duniawi. Tetapi pahala yang kekal (amal saleh) lebih baik di sisi Tuhanmu pahalanya dan lebih baik (sebagai) tempat kembali. (40) Dan ingatlah pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu mendatar dan Kami kumpulkan mereka (semua manusia) dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka."
Ayat 36-37 menegaskan bahwa ketika azab tiba, kekayaan dan bala bantuan manusia tidak berguna. Keputusan mutlak ada di tangan Allah. Kemudian, Allah memberikan metafora yang sangat kuat mengenai kefanaan dunia (Ayat 38): dunia ini bagaikan tanaman yang subur setelah hujan, namun segera mengering dan menjadi debu yang ditiup angin. Ini adalah pengingat bahwa kekayaan materi (harta dan anak) hanyalah perhiasan sesaat.
Puncak pelajaran ini terdapat pada ayat 39-40, di mana kita diperintahkan untuk mengutamakan Al-Baqiyatush Shalihah (amal saleh yang kekal) daripada kenikmatan fana. Pada Hari Kiamat (Ayat 40), gunung yang kokoh pun akan dihancurkan dan bumi menjadi datar tanpa ada tempat sembunyi bagi siapa pun. Oleh karena itu, introspeksi diri terhadap prioritas hidup berdasarkan ayat 30-40 ini sangatlah krusial bagi setiap Muslim.