Surat Al-Kahfi (Gua), surat ke-18 dalam Al-Qur'an, merupakan salah satu surat Makkiyah yang kaya akan hikmah, kisah teladan, dan peringatan penting bagi umat Islam. Keistimewaan surat ini seringkali ditekankan, terutama kaitannya dengan perlindungan dari fitnah Dajjal di akhir zaman. Membaca, memahami, dan merenungkan isinya—mulai dari pembukaan hingga penutup—memberikan ketenangan spiritual dan panduan hidup yang utuh.
Surat ini dibuka dengan pujian tertinggi kepada Allah SWT, menegaskan bahwa Dialah yang menurunkan Al-Qur'an kepada hamba-Nya.
Ayat pembuka ini langsung menetapkan fondasi: Al-Qur'an adalah petunjuk yang lurus dan tanpa cacat, tujuannya adalah memberi peringatan keras dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.
Kisah monumental pertama yang mendominasi paruh awal surat ini adalah tentang pemuda-pemuda beriman yang lari dari perlakuan tiran di kota mereka. Mereka mencari perlindungan di dalam gua. Kisah ini menyoroti pentingnya keyakinan teguh (iman) di tengah tekanan sosial dan godaan kekafiran. Allah SWT menidurkan mereka selama ratusan tahun, sebagai mukjizat dan bukti kekuasaan-Nya atas waktu.
Ketika mereka terbangun, mereka melihat dunia telah berubah, tetapi iman mereka tetap terjaga. Mereka mengingatkan satu sama lain tentang perlindungan Allah.
Kisah kedua menampilkan perbandingan antara dua orang kaya. Satu orang kufur nikmat, sombong, dan mengira hartanya akan kekal. Orang kedua, meskipun kaya, bersikap rendah hati dan selalu mengingat bahwa kekayaan itu adalah titipan Allah.
Naiklah si kaya yang sombong ini kebunnya, lalu ia menyangka hartanya tidak akan musnah. Namun, Allah membinasakan kebunnya dalam semalam karena kesombongan dan kekufurannya terhadap nikmat. Kisah ini adalah pelajaran penting tentang fitnah dunia dan harta. Semua kenikmatan duniawi bersifat fana.
Kisah ini mungkin yang paling mendalam. Nabi Musa a.s. melakukan perjalanan mencari hamba Allah yang lebih berilmu, yaitu Khidr. Selama perjalanan ini, Nabi Musa menyaksikan tiga peristiwa yang tampaknya tidak masuk akal: merusak perahu, membunuh seorang anak, dan memperbaiki tembok yang hampir roboh tanpa imbalan.
Khidr menjelaskan bahwa di balik setiap kejadian terdapat hikmah ilahiah yang tidak bisa dipahami oleh ilmu lahiriah (ilmu syariat) Nabi Musa semata. Ini adalah pelajaran tentang fitnah ilmu—bahwa terkadang, ilmu yang tampak benar di mata manusia bisa jadi hanyalah sebagian kecil dari kebenaran yang lebih besar. Kesabaran Nabi Musa diuji hingga akhir perpisahan mereka.
Kisah terakhir adalah tentang raja besar yang berkeliling dunia, Dzulqarnain. Ia dianugerahi kekuatan dan kekuasaan luar biasa untuk berdakwah dan membangun benteng pertahanan bagi kaum yang lemah dari serangan Ya'juj dan Ma'juj.
Dzulqarnain selalu menisbatkan kemenangannya kepada Allah, bukan pada kekuatannya sendiri. Kisah ini mengajarkan tentang penggunaan kekuasaan dan pengaruh di jalan Allah, serta bagaimana seorang pemimpin harus bersikap tawadhu (rendah hati) meskipun memiliki kekuatan besar.
Menjelang akhir surat, Allah mengingatkan bahwa semua kisah ini diceritakan agar manusia mengambil pelajaran. Surat Al-Kahfi ditutup dengan peringatan keras terhadap orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah, serta penegasan kembali bahwa penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia.
Satu ayat penutup sering menjadi fokus utama keutamaan surat ini:
Keutamaan membaca surat ini secara keseluruhan sangat besar, termasuk mendapatkan cahaya antara dua Jumat dan, yang paling utama, perlindungan dari fitnah Dajjal. Membaca surat Al-Kahfi dari awal hingga akhir adalah ibadah yang mengintegrasikan keimanan, kesabaran, pengetahuan, dan kerendahan hati dalam menjalani kehidupan penuh ujian ini.