Tafsir Surat Al-Lail Ayat 10

Pengantar Surat Al-Lail

Surat Al-Lail (Malam) adalah surat ke-92 dalam urutan mushaf Al-Qur'an. Surat ini termasuk golongan Makkiyah, diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Surat ini terdiri dari 21 ayat dan membahas tentang kontras antara orang yang beriman dan orang yang kufur, serta pentingnya berinfak di jalan Allah dan konsekuensi dari kekikiran.

Salah satu bagian penting dari surat ini adalah penekanan pada keadilan ilahi, di mana setiap perbuatan, baik atau buruk, akan mendapatkan balasannya yang setimpal. Ayat-ayat awal bersumpah dengan fenomena alam yang sangat kontras, seperti malam ketika menutupi siang dan siang ketika menerangi.

Fokus: Surat Al-Lail Ayat Ke 10 Berbunyi

Ayat kesepuluh menjadi penutup dari rangkaian ayat yang membahas balasan bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Ayat ini secara tegas menjanjikan kebahagiaan dan kesucian bagi mereka yang memilih jalan kedermawanan dan ketakwaan.

وَأَمَّا مَنْ بُخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ

Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak butuh pertolongan Allah),

وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ

serta mendustakan (Al-Husna, yaitu balasan terbaik/surga),

فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ

maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang sukar (neraka).

Dalam konteks ini, frasa kunci yang sering menjadi sorotan adalah bagian awal dari ayat ke-10 yang berbunyi: "وَأَمَّا مَنْ بُخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ" (Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup). Ayat ini berpasangan dengan ayat 5 hingga 7 yang membahas tentang orang yang dermawan.

Penjelasan dan Tafsir Ayat 10

Ayat 10, yang merupakan bagian dari tiga ayat penutup, menjelaskan konsekuensi bagi mereka yang menolak untuk bersyukur dan berinfak. Terdapat dua sifat utama yang disebutkan sebagai penyebab kesengsaraan:

1. Al-Bukhl (Kikir)

Sifat kikir di sini merujuk pada penahanan harta dan menolak untuk menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah, seperti bersedekah atau membantu sesama. Kekikiran adalah penyakit hati yang membuat seseorang terikat pada dunia materi dan lupa akan tujuan akhir kehidupan.

2. Al-Istighna (Merasa Cukup)

Sifat merasa dirinya cukup atau mandiri (Istighna) adalah puncak dari kesombongan. Orang yang begini merasa hartanya adalah hasil murni usahanya, tanpa menyadari bahwa Allah-lah yang memberikan rezeki dan kemampuan. Kesombongan ini meniadakan rasa syukur dan kepasrahan kepada Tuhan. Mereka menempatkan diri di atas kebutuhan untuk menerima rahmat Allah.

Ayat ini kemudian dilanjutkan dengan ancaman yang tegas: "فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ" (maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang sukar). "Al-'Usra" (kesulitan) di sini ditafsirkan oleh banyak ulama sebagai jalan menuju kesengsaraan abadi, yaitu neraka Jahannam. Allah memudahkan bagi mereka jalan menuju maksiat dan keburukan, yang pada akhirnya berujung pada kesulitan di akhirat.

Ilustrasi Keseimbangan dan Dua Jalan Mudah Sukar Kontras

Pelajaran Penting dari Kontras

Surat Al-Lail, khususnya ketika membahas ayat tentang orang yang kikir (ayat 10), mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat sangat bergantung pada sikap hati kita terhadap rezeki yang dimiliki. Allah memberikan ujian berupa kekayaan atau kemudahan hidup, namun ujian sesungguhnya adalah bagaimana kita merespon karunia tersebut.

Orang yang merasa cukup dengan dirinya sendiri akan cenderung berhenti berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi bakhil. Sebaliknya, orang yang menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah (bukan karena usahanya semata) akan cenderung bersyukur, dermawan, dan selalu memohon bimbingan-Nya. Inilah yang membuat jalan menuju kebaikan (Al-Husna) menjadi mudah bagi mereka.

Oleh karena itu, makna mendalam dari surat Al-Lail ayat ke 10 berbunyi sebagai peringatan keras: Jangan biarkan harta membuatmu sombong, dan jangan biarkan kikir menghalangi rahmat Allah untukmu. Kikir dan kesombongan adalah kunci yang mengunci pintu kebahagiaan abadi dan justru membuka jalan menuju kesulitan kekal.

Kesimpulan

Ayat 10 dari Surat Al-Lail menjadi penegasan bahwa pilihan hidup memiliki konsekuensi langsung yang ditetapkan oleh Allah SWT. Jalan kemudahan (Al-Yusra) hanya diberikan kepada mereka yang menafkahkan hartanya dengan ikhlas, sementara jalan kesulitan (Al-'Usra) disiapkan bagi mereka yang memilih kekikiran dan kesombongan. Memahami ayat ini mendorong umat Islam untuk senantiasa memelihara hati dari sifat bakhil dan menumbuhkan rasa syukur atas segala nikmat.

🏠 Homepage