Penjelasan dan Teks Surat Al-Lail (Malam)

Simbol Malam Hari

QS. Al-Lail (Malam) - Juz 30

Surat Al-Lail, yang berarti "Malam," adalah surat ke-92 dalam urutan mushaf Al-Qur'an, terdiri dari 21 ayat. Surat ini diturunkan di Mekkah (termasuk golongan Makkiyah) dan memiliki fokus utama pada pentingnya amal perbuatan manusia, perbedaan antara orang yang beriman dan orang yang kafir, serta balasan yang akan mereka terima di akhirat.

Tema sentral surat ini adalah sumpah Allah SWT atas fenomena alam yang besar—malam apabila ia menutupi dan siang apabila ia mulai terang. Sumpah ini digunakan sebagai landasan untuk menegaskan bahwa setiap jiwa pasti akan kembali kepada Tuhannya dan akan menerima balasan sesuai dengan usahanya di dunia. Allah menekankan bahwa jalan menuju surga dan neraka ditentukan oleh pilihan hidup seseorang, terutama dalam hal kedermawanan (infaq) dan ketakwaan.

Ayat-ayat awal surat ini menegaskan bahwa usaha manusia itu berbeda-beda. Ada yang berinfak dan bertakwa, ada pula yang kikir dan merasa cukup dengan dirinya sendiri. Bagi mereka yang mendermakan hartanya untuk mencari keridhaan Allah, maka Allah menjamin kemudahan baginya dalam urusan dunia dan akhirat. Sebaliknya, bagi yang enggan bersedekah karena kekikiran dan mendustakan pahala akhirat, maka Allah akan memudahkannya menuju kesengsaraan.

Surat Al-Lail mengajarkan prinsip keadilan ilahi yang sempurna. Tidak ada penindasan, setiap orang akan menanggung konsekuensinya sendiri. Puncak dari pesan moral surat ini adalah seruan untuk menjauhkan diri dari api neraka, yang ditujukan bahkan kepada orang yang paling dermawan sekalipun (seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, menurut beberapa riwayat tafsir, yang bersumpah untuk tidak lagi berinfak setelah peristiwa tertentu, dan surat ini diturunkan sebagai teguran lembut). Artinya, kedermawanan harus dilandasi keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan untuk tujuan lain.

Berikut adalah teks lengkap Surat Al-Lail beserta terjemahannya:

وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ 1. Demi malam apabila telah gelap gulita,
وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ 2. dan siang apabila terang benderang,
وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلْأُنثَىٰٓ 3. dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ 4. sesungguhnya usahamu pasti berbeda-beda.
فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ 5. Maka barangsiapa yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa,
وَصَدَّقَ بِٱلْحُسْنَىٰ 6. dan membenarkan adanya balasan yang terbaik (surga),
فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْيُسْرَىٰ 7. maka Kami akan memudahkan baginya jalan kemudahan.
وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسْتَغْنَىٰ 8. Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup,
وَكَذَّبَ بِٱلْحُسْنَىٰ 9. dan mendustakan balasan yang terbaik,
فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْعُسْرَىٰ 10. maka Kami akan memudahkannya jalan menuju kesulitan.
وَمَا يُغْنِى عَنْهُ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰٓ 11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (masuk neraka),
إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَىٰ 12. Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menjelaskan jalan yang benar.
وَإِنَّ لَنَا لَلْءَاخِرَةَ وَٱلْأُولَىٰ 13. Dan sesungguhnya bagi Kami-lah (menguasai) kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.
فَأَنذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّىٰ 14. Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala,
لَا يَصْلَىٰهَآ إِلَّا ٱلْأَشْقَى 15. tidak ada yang akan memasukinya kecuali orang yang paling celaka,
ٱلَّذِى كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ 16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman),
وَسَيُجَنَّبُهَا ٱلْأَتْقَى 17. dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan daripadanya,
ٱلَّذِى يُؤْتِى مَالَهُۥ يَتَزَكَّىٰ 18. yang menginfakkan hartanya karena ia hendak menyucikan diri (dari dosa),
وَمَا لِأَحَدٍ عِندَهُ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَىٰٓ 19. dan seorang pun yang mempunyai nikmat kepadanya yang harus dibalas,
إِلَّا ٱبْتِغَآءَ وَجْهِ رَبِّهِ ٱلْأَعْلَىٰ 20. kecuali (ia memberikan itu) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ 21. Dan sesungguhnya kelak Tuhannya memberikan kepuasan kepadanya.

Hikmah dan Refleksi Surat Al-Lail

Surat Al-Lail memberikan pengingat kuat tentang tanggung jawab individu. Ayat 4, "Inna sa'yaka la syatta," menegaskan bahwa tidak ada hasil tanpa usaha yang sesuai. Jalan menuju kebaikan dan keburukan telah tersedia, dan pilihan ada di tangan manusia.

Poin penting lainnya adalah perbandingan antara orang yang berinfak karena ketakwaan (ayat 5-7) dan orang yang kikir (ayat 8-11). Islam sangat menganjurkan sifat kedermawanan, bukan sekadar memindahkan aset, tetapi sebagai sarana penyucian jiwa (ayat 18). Harta di dunia ini hanya titipan, dan kegunaannya diukur dari bagaimana ia dibelanjakan di jalan Allah.

Ayat 17 hingga 21 secara khusus memberikan pujian tertinggi kepada Al-Ataqa (orang yang paling bertakwa). Ketakwaan ini diwujudkan melalui kedermawanan yang didasari ketulusan (ayat 19-20), yakni ikhlas mengharapkan ridha Allah, bukan balasan dari manusia lain. Balasan bagi ketulusan ini adalah keridhaan Allah itu sendiri di akhirat (ayat 21).

Membaca dan merenungkan Surat Al-Lail mengajak kita untuk introspeksi: apakah usaha kita selama ini mengarah pada jalan kemudahan (Al-Yusr) atau justru menuju kesulitan (Al-'Usr)? Jawabannya terletak pada sejauh mana kita mengelola anugerah harta dan waktu yang telah Allah berikan dengan penuh takwa dan kedermawanan.

🏠 Homepage