Pengantar: Keajaiban yang Mendahului Wahyu
Ketika kita berbicara tentang Surah Al-Fil (Surah Gajah) dalam Al-Qur'an, pikiran kita langsung tertuju pada peristiwa luar biasa di mana Allah menghancurkan pasukan Abrahah yang bermaksud merobohkan Ka'bah. Namun, sebelum kisah monumental ini diabadikan dalam wahyu, terdapat serangkaian peristiwa dan kondisi sosial-politik yang membentuk latar belakang narasi tersebut. Memahami "surat sebelum Al-Fil" bukan berarti mencari surat tertulis secara fisik, melainkan menelusuri konteks historis, tahun kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, dan kondisi Jazirah Arab saat itu. Peristiwa Gajah adalah penanda penting, sebuah prasyarat kosmik yang mengisyaratkan kedatangan seorang pembawa rahmat.
Ilustrasi simbolis kejadian tahun gajah.
Tahun Gajah: Titik Balik Sejarah
Peristiwa Pasukan Gajah yang terjadi pada tahun di mana Nabi Muhammad ﷺ dilahirkan sering disebut sebagai 'Amul Fil' atau Tahun Gajah. Tahun ini menjadi penanda penting karena Arab saat itu berada di bawah pengaruh tiga kekuatan besar: Persia (Sassanid), Bizantium (Romawi Timur), dan dominasi lokal suku-suku Arab. Yaman, pada masa itu, dikuasai oleh seorang penguasa Kristen yang ditunjuk oleh Raja Najasyi dari Abyssinia (Ethiopia), yaitu Abrahah Al-Ashram.
Abrahah mendirikan gereja megah di San'a (Yaman), yang ia harapkan dapat menandingi kemuliaan Ka'bah di Mekkah. Namun, tampaknya ekspektasi tersebut tidak terpenuhi. Berbagai riwayat menyebutkan bahwa kemarahan Abrahah dipicu oleh tindakan seorang laki-laki dari suku Kinanah yang buang hajat di gerejanya, atau sekadar kecemburuan terhadap status Ka'bah sebagai pusat ibadah bangsa Arab. Motifnya, apa pun itu, mendorongnya untuk melancarkan ekspedisi militer besar-besaran untuk menghancurkan pusat monoteisme kuno tersebut.
Persiapan Menuju Kehancuran
Pasukan Abrahah sangat masif dan modern pada zamannya. Mereka membawa puluhan ribu tentara, termasuk gajah perang yang terkenal, yang menjadi simbol kekuatan militer yang tak tertandingi di Jazirah Arab saat itu. Pasukan ini bergerak perlahan menuju Mekkah. Ketika kabar kedatangan mereka mencapai Mekkah, kepanikan melanda. Penduduk Mekkah, yang saat itu masih sangat bergantung pada kabilah Quraisy di bawah kepemimpinan Abdul Muthalib (kakek Nabi), tidak memiliki kekuatan militer untuk melawan. Strategi yang diambil adalah mengungsi ke gunung-gunung sambil berharap pada perlindungan spiritual Ka'bah.
Bahkan, Abrahah mengirim utusan untuk meminta agar Quraisy menyerahkan harta mereka, dan ia berjanji tidak akan menghancurkan Ka'bah. Abdul Muthalib, dengan keberaniannya yang khas, menolak permintaan tersebut dan mengingatkannya tentang pemelihara Ka'bah. Perjalanan ini seolah-olah menjadi "surat peringatan" yang dikirimkan oleh takdir, memberitahu dunia bahwa sebuah era baru akan segera dimulai, dan kesombongan akan dihancurkan oleh kekuatan yang tidak terduga.
Keajaiban yang Tertulis
Momen klimaks terjadi ketika pasukan gajah Abrahah tiba di lembah dekat Mekkah. Mereka berupaya menggiring gajah terbesar mereka, yang bernama Mahmud, untuk menyerbu Ka'bah. Namun, gajah itu tiba-tiba berhenti dan menolak bergerak maju menuju Rumah Suci. Saat itulah, sebagaimana diceritakan dalam Surah Al-Fil, Allah mengirimkan pertolongan-Nya. Bukan dalam bentuk pasukan malaikat bersenjata, melainkan dalam bentuk pasukan burung kecil, yaitu 'Ababil' (seperti burung layang-layang atau burung puyuh).
Burung-burung ini membawa batu-batu panas dari neraka—dijelaskan sebagai "sijjil" (batu dari tanah liat yang dibakar)—dan melemparkannya ke arah pasukan Abrahah. Batu-batu kecil itu bekerja layaknya peluru yang menghancurkan seluruh pasukan. Tubuh mereka menjadi seperti daun yang dimakan ulat. Kehancuran total ini adalah bukti nyata bahwa kekuatan fisik dan strategi militer duniawi tak berarti apa-apa di hadapan kehendak Ilahi.
Signifikansi "Surat" Sebelum Al-Fil
Peristiwa Tahun Gajah adalah penanda waktu historis yang sangat presisi. Ia berfungsi sebagai 'surat' atau deklarasi awal dari kenabian yang akan datang. Kelahiran Nabi Muhammad ﷺ di tahun yang sama dengan kehancuran upaya penghancuran Ka'bah menegaskan bahwa beliau lahir di bawah naungan perlindungan khusus. Hal ini memperkuat status Quraisy dan Mekkah sebagai pusat yang dilindungi, sebuah "zona aman" ilahi, yang akan menjadi panggung utama penyebaran Islam.
Oleh karena itu, ketika Nabi Muhammad ﷺ menerima wahyu pertama bertahun-tahun kemudian, konteks historis ini telah memberikan fondasi bagi masyarakat Arab untuk memahami bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kekuasaan Abrahah, Persia, atau Roma. Peristiwa Gajah adalah prolog dramatis yang mempersiapkan dunia—terutama bangsa Arab—untuk menerima pesan terakhir Allah SWT. Ini adalah kisah penguatan iman kolektif jauh sebelum Al-Qur'an diturunkan secara penuh.