Ketika mempelajari Al-Qur'an, seringkali kita fokus pada makna tekstual dari setiap surat. Namun, untuk memahami kedalaman dan konteks historis wahyu, kita perlu menelusuri peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tersebut. Salah satu surat yang sangat terkenal karena kisah dramatisnya adalah Surat Al-Fil (Surat Gajah). Surat ini menceritakan tentang upaya penghancuran Ka'bah oleh pasukan bergajah di bawah pimpinan Abrahah.
Lantas, apakah yang dimaksud dengan "surat sebelum surat Al-Fil"? Dalam konteks penomoran standar mushaf, surat yang mendahului Al-Fil adalah Surat Quraisy. Pemahaman mengenai Surat Quraisy dan hubungannya dengan peristiwa Al-Fil memberikan lapisan konteks yang menarik mengenai kehidupan sosial dan ekonomi suku Quraisy sebelum Islam menyebar luas.
Surat Al-Fil (Surat ke-105) dan Surat Quraisy (Surat ke-106) secara tradisional dianggap memiliki hubungan tematik yang sangat erat, bahkan oleh sebagian ulama keduanya dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Surat Quraisy turun untuk mengingatkan suku Quraisy—suku Nabi Muhammad SAW—mengenai nikmat besar yang Allah SWT berikan kepada mereka.
Bunyi Surat Quraisy adalah:
Nikmat yang dimaksud adalah keamanan dan kemakmuran yang mereka nikmati berkat posisi sentral Ka'bah di Mekkah. Suku Quraisy adalah penjaga Baitullah. Posisi ini menjadikan Mekkah sebagai pusat perdagangan yang ramai, tempat kafilah dagang dari Yaman hingga Syam (Suriah) singgah, baik dalam perjalanan musim dingin maupun musim panas.
Inilah inti dari mengapa Surat Quraisy dianggap sebagai "surat sebelum surat Al-Fil" dalam narasi sejarah. Peristiwa Tentara Gajah (Ashab al-Fil) terjadi ketika Abrahah, penguasa Yaman dari suku Habasyah (Ethiopia), berniat menghancurkan Ka'bah karena iri melihat kemakmuran Mekkah yang didapat dari jalur perdagangan haji Arab.
Bayangkan skenarionya: Suku Quraisy menikmati kemakmuran dan keamanan yang mereka dapat dari jamaah yang datang ke Ka'bah (sebagaimana dipuji dalam Surat Quraisy). Tiba-tiba, ancaman terbesar datang dalam bentuk pasukan besar yang dipimpin oleh gajah, siap menghancurkan sumber kemakmuran dan identitas mereka.
Turunnya Surat Al-Fil yang menjelaskan bagaimana Allah menghancurkan pasukan Abrahah dengan burung Ababil, berfungsi sebagai penegasan langsung terhadap janji keamanan yang disebutkan dalam Surat Quraisy. Seolah-olah Allah berfirman: "Kami telah menjamin keamananmu (Quraisy), dan Kami telah membuktikan janji itu ketika musuh terkuatmu datang untuk merenggut keamanan itu."
Konteks historis ini menyoroti tema utama dalam ajaran Islam awal: pengakuan atas nikmat (syukur) dan pertolongan ilahi (tauhid).
Bagi orang-orang Quraisy pada masa itu, kedua surat ini bukan sekadar bacaan spiritual; itu adalah pengingat faktual tentang siapa yang memberi mereka kemakmuran (Surat Quraisy) dan siapa yang melindungi kemakmuran itu dari kehancuran total (Surat Al-Fil). Oleh karena itu, menempatkan Surat Quraisy sebagai surat yang mendahului Surat Al-Fil dalam pemahaman naratif memberikan keutuhan pada pesan ketauhidan yang hendak disampaikan sebelum kisah penghancuran tentara gajah diceritakan.
Pemahaman mendalam mengenai konteks surat-surat pendek ini memperkaya cara kita membaca Al-Qur'an, mengubahnya dari sekadar teks suci menjadi rekaman peristiwa ilahi yang terjalin erat dengan sejarah manusia.