Ilustrasi Urutan Penulisan Surat dalam Mushaf
Dalam susunan Al-Qur'an yang kita kenal saat ini, mushaf diurutkan berdasarkan keputusan yang ditetapkan oleh para sahabat Rasulullah ﷺ setelah wafatnya beliau, di bawah kepemimpinan Utsman bin Affan. Susunan ini dikenal sebagai tartib tawqifi, yaitu susunan yang berdasarkan petunjuk dan praktik Rasulullah ﷺ. Surat Al-Ikhlas, yang memiliki kedudukan sangat tinggi karena memuat inti tauhid, terletak pada urutan ke-112.
Jika kita merujuk pada mushaf standar (yang disusun berdasarkan mushaf Utsmani), surat yang diturunkan sebelum surat Al-Ikhlas dalam urutan penulisan adalah Surat Al-Lahab (atau Al-Masad). Surat Al-Lahab berada di urutan ke-111, tepat mendahului Al-Ikhlas (ke-112).
Meskipun penomoran ini merujuk pada urutan penulisan dalam mushaf, penting untuk dipahami bahwa urutan pewahyuan (nuzul) surat secara kronologis sangat berbeda dengan urutan penulisan ini. Al-Ikhlas sendiri merupakan surat Makkiyah yang turun di awal periode kenabian, sementara Al-Lahab adalah surat Madaniyah yang turun relatif belakangan.
Surat Al-Lahab memiliki ciri khas tersendiri. Surat ini secara eksplisit menyebut nama istri Abu Lahab, Ummu Jamil, yang merupakan salah satu dari sedikit tempat dalam Al-Qur'an di mana nama wanita disebutkan secara langsung (selain Maryam). Surat ini mengandung ancaman keras terhadap Abu Lahab dan istrinya atas permusuhan mereka terhadap dakwah Nabi Muhammad ﷺ.
Penempatan Surat Al-Lahab (111) dan Al-Ikhlas (112) secara berurutan dalam mushaf menyoroti kontras mendasar dalam pesan Al-Qur'an. Setelah ancaman keras terhadap musuh yang menolak dakwah (Al-Lahab), Al-Qur'an segera menyajikan inti pemurnian tauhid (Al-Ikhlas).
Surat Al-Ikhlas, yang terdiri dari empat ayat pendek, dipandang sebagai sepertiga Al-Qur'an karena padatnya kandungan maknanya mengenai Keesaan Allah SWT (Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma wa Sifat). Rasulullah ﷺ bersabda bahwa membacanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an.
Oleh karena itu, urutan ini—dari peringatan spesifik kepada musuh hingga penegasan universal tentang hakikat Tuhan—memberikan keseimbangan naratif yang indah dalam struktur mushaf.
Meskipun fokus utama pertanyaan adalah urutan dalam mushaf, penting untuk mengetahui bahwa jika kita berbicara mengenai surat yang diwahyukan sebelum Al-Ikhlas (secara kronologis), daftarnya sangat panjang. Al-Ikhlas adalah surat Makkiyah yang termasuk kelompok akhir yang diwahyukan di Makkah.
Secara umum, surat-surat pendek Makkiyah seperti Al-Ashr (103), Al-Qari’ah (101), dan At-Takatsur (102) diwahyukan jauh lebih awal. Urutan pewahyuan ini mencerminkan perkembangan dakwah Nabi, dari fase pengenalan tauhid yang sederhana hingga pembahasan hukum dan pertempuran di Madinah.
Namun, dalam konteks penataan Al-Qur'an (yang menjadi acuan umum dalam membaca dan menghafal), surat yang secara langsung mendahului Al-Ikhlas adalah Al-Lahab. Keduanya menjadi penutup bab dari serangkaian surat-surat pendek penutup yang diletakkan di bagian akhir juz ke-30.
Memahami susunan surat, termasuk surat yang diturunkan sebelum Al-Ikhlas (yaitu Al-Lahab), membantu kita mengapresiasi kebijaksanaan di balik kodifikasi Al-Qur'an. Susunan ini bukan acak, melainkan hasil ketelitian sahabat untuk menyajikan Al-Qur'an sebagai sebuah kitab yang terstruktur sempurna.
Pengurutan ini memudahkan pembaca modern untuk menemukan dan merujuk ayat, sekaligus mengikuti alur tematik yang disarankan oleh para ulama, seperti pengelompokan surat-surat pendek penutup yang memiliki fokus kuat pada akidah dan peringatan akhirat.
Surat-surat seperti Al-Lahab, Al-Kafirun, An-Nasr, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas sering kali dibaca bersama-sama sebagai wirid petang dan pagi, menunjukkan bahwa meskipun urutan pewahyuannya berbeda, fungsi komunal dan spiritual mereka sangat berkaitan.