Ilustrasi konsep makna kata dan pemahaman.
Dalam diskursus keagamaan dan kajian bahasa Semit, terutama yang berkaitan dengan Al-Qur'an, sering kali muncul frasa-frasa yang memiliki makna mendalam dan konteks historis yang kuat. Salah satu frasa yang cukup terkenal dan sering menjadi perbincangan adalah Tabbat Yada.
Frasa Tabbat Yada (atau sering ditulis Tabbat Yadā) ini berasal dari bahasa Arab dan memiliki arti harfiah yang sangat spesifik. Memahami frasa ini tidak hanya sebatas menerjemahkan kata per kata, tetapi juga menggali konteks pewahyuan dan dampak historisnya bagi komunitas Muslim awal.
Secara etimologi, frasa ini terdiri dari dua kata utama: Tabbat (تبت) dan Yada (يدا). Kata Tabbat dalam akar katanya memiliki konotasi kehancuran, kebinasaan, atau kerugian. Kata kerja ini menunjukkan bahwa sesuatu telah hancur lebur, batal, atau menjadi sia-sia.
Sementara itu, kata Yada berarti 'tangan'. Namun, dalam konteks tertentu, 'tangan' bisa melambangkan kekuasaan, usaha, atau perbuatan seseorang. Jadi, ketika digabungkan, arti literal dari Tabbat Yada adalah "Binasalah kedua tangan (dia)".
Makna yang paling utuh dari frasa Tabbat Yada baru terlihat ketika kita menempatkannya dalam konteks Surah Al-Masad (Surah ke-111 dalam Al-Qur'an). Ayat pembuka surah ini berbunyi: Tabbat yadā Abī Lahabin wa tabbat.
Ayat ini ditujukan kepada Abu Lahab, paman Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sangat keras dalam permusuhannya terhadap dakwah Islam. Dalam terjemahan yang lebih kontekstual, frasa tersebut dapat diartikan sebagai: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia pun akan binasa."
Penggunaan frasa Tabbat Yada di sini bukan sekadar kutukan personal, melainkan sebuah pernyataan ilahiah mengenai kegagalan total dan kesia-siaan upaya Abu Lahab dalam menghalangi risalah kenabian. Usaha kerasnya untuk menghancurkan Islam melalui celaan dan ancaman ternyata sia-sia belaka, dan pada akhirnya, kedua tangannya (simbol kekuasaan dan usahanya) menjadi celaka dan tidak berguna.
Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa Al-Qur'an menggunakan bentuk dual (dua tangan) alih-alih bentuk tunggal? Ada beberapa interpretasi mendalam mengenai hal ini:
Penting untuk dicatat bahwa doa atau kutukan dalam Al-Qur'an yang ditujukan kepada individu tertentu, seperti yang terdapat pada Tabbat Yada, selalu terikat pada konteks permusuhan yang ekstrem terhadap kebenaran yang dibawa oleh para nabi. Ini bukan dorongan untuk saling mengutuk antar sesama Muslim, melainkan peringatan ilahi bagi mereka yang menggunakan kekuasaan atau kekuatannya untuk menindas dan menghalangi kebenaran.
Frasa Tabbat Yada adalah sebuah bagian integral dari Surah Al-Masad yang berfungsi sebagai penegasan bahwa usaha penolakan terhadap kebenaran ilahi, meskipun dilakukan dengan gigih dan menggunakan segala sumber daya, pada akhirnya akan berakhir dengan kehancuran dan kegagalan total. Ini adalah pengingat akan kekuatan tak terbatas dari kehendak Allah yang pasti akan menjamin keberlangsungan risalah-Nya, terlepas dari segala bentuk permusuhan yang ada.
Dengan memahami Tabbat Yada dan artinya secara kontekstual, kita dapat melihat bagaimana Al-Qur'an menggunakan bahasa yang padat makna untuk menyampaikan teguran keras sekaligus janji kemenangan bagi kebenaran. Kata-kata ini tetap relevan sebagai pelajaran sejarah tentang konsekuensi dari penolakan terhadap petunjuk ilahi.