Tafsir Surat Al-Lail Ayat 1 Sampai 21

Ilustrasi Jalan Kehidupan Gambar dua jalan kontras: satu gelap menuju jurang, satu terang menuju cahaya. Jalan Kebaikan Jalan Kesulitan Sinar

Surat Al-Lail (Malam) adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang sarat makna mendalam mengenai dualitas kehidupan dan konsekuensi dari pilihan yang diambil manusia. Ayat 1 hingga 21 secara spesifik membahas tentang bagaimana sumpah Allah SWT yang agung menjadi dasar pembagian jalan hidup manusia, yang pada akhirnya akan menentukan balasan akhirat mereka.

1. Demi malam apabila menutupi (siang),

2. Dan (demi) siang apabila terang benderang,

3. Dan (demi) apa yang menciptakan laki-laki dan perempuan,

4. Sesungguhnya usaha kamu itu sungguh bermacam-macam.

Makna Sumpah dan Keragaman Usaha (Ayat 1-4)

Pembukaan surat ini diawali dengan sumpah Allah (demi malam yang menutupi, siang yang terang, serta penciptaan laki-laki dan perempuan). Sumpah ini bukan tanpa tujuan; tujuannya adalah untuk menegaskan kebenaran pokok yang akan disampaikan: usaha (amal perbuatan) manusia sangatlah beragam. Ada yang berusaha dalam ketaatan, ada pula yang sibuk dalam kemaksiatan. Keragaman ini adalah ujian mendasar bagi setiap jiwa.

5. Barangsiapa yang memberikan hartanya dan bertakwa,

6. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),

7. Maka Kami kelak akan memudahkan baginya jalan yang mudah (kebahagiaan).

8. Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak butuh pertolongan Allah),

9. Serta mendustakan pahala yang terbaik,

10. Maka Kami kelak akan memudahkan baginya jalan yang sukar (kesengsaraan).

Dua Jalan Kontras (Ayat 5-10)

Ayat-ayat pertengahan ini menyajikan dua karakter manusia yang sangat bertolak belakang. Ayat 5-7 menjelaskan golongan pertama: mereka yang menginfakkan harta (dermawan) dan bertakwa, serta membenarkan adanya balasan terbaik (surga). Bagi mereka, Allah menjanjikan kemudahan dalam urusan dunia dan akhirat. Kemudahan ini adalah buah dari ketulusan mereka dalam beribadah dan berbagi.

Sebaliknya, ayat 8-10 menggambarkan golongan kedua. Mereka dicirikan oleh sifat kikir (enggan mengeluarkan hartanya di jalan Allah) dan sifat 'ujub (merasa diri sudah cukup dan tidak membutuhkan pertolongan atau karunia Allah). Mereka juga mendustakan konsep balasan surga. Konsekuensinya adalah Allah akan memudahkan mereka menuju jalan yang sukar, yaitu jalan kesengsaraan di dunia yang berujung pada azab di akhirat. Jalan yang sukar ini bisa berarti hati mereka menjadi keras, rezeki terasa tidak berkah, atau selalu terhalang dari kebaikan.

11. Dan hartanya tidak akan berguna baginya apabila ia telah binasa.

12. Sesungguhnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk.

13. Dan sesungguhnya milik Kamilah kehidupan dunia dan akhirat.

14. Maka Aku memperingatkan kamu dengan api yang menyala-nyala,

15. Yang tidak akan menderita kecuali orang yang paling celaka,

16. Yang mendustakan kebenaran dan berpaling (darinya),

17. Dan akan dijauhkan daripadanya orang yang paling bertakwa,

18. Yang memberikan hartanya sedang ia membersihkan diri (dari dosa),

19. Dan tiada seorang pun mempunyai nikmat yang harus dibalasnya,

20. Kecuali (ia mencari) keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.

21. Dan sesungguhnya Tuhannya itu pasti meridai(nya).

Kesimpulan dan Keridhaan Ilahi (Ayat 11-21)

Pada bagian akhir tafsir ini, Allah menegaskan bahwa harta benda tidak akan bermanfaat sedikit pun saat kematian menjemput (ayat 11). Ayat 12 dan 13 menegaskan kekuasaan mutlak Allah; Dialah yang memberi petunjuk dan Dialah pemilik segala kehidupan.

Ancaman neraka dijelaskan secara gamblang (ayat 14-16) ditujukan kepada orang yang paling celaka, yaitu mereka yang mendustakan kebenaran wahyu dan berpaling darinya. Sebaliknya, janji keselamatan diberikan kepada orang yang paling bertakwa (ayat 17).

Fokus utama pada ayat 18-21 adalah mendefinisikan kembali makna kedermawanan sejati. Kedermawanan yang diterima bukan sekadar memberi, tetapi dilakukan dengan tujuan membersihkan diri dari kekikiran dan dosa. Dan yang terpenting, pemberian itu dilakukan murni untuk mencari keridhaan Allah semata, tanpa mengharapkan balasan dari makhluk lain (ayat 19-20). Puncaknya, Allah menjamin bahwa hamba yang beramal ikhlas seperti ini pasti akan mendapatkan keridhaan dari-Nya (ayat 21). Ayat penutup ini memberikan harapan tertinggi bagi orang beriman.

Secara keseluruhan, Surat Al-Lail ayat 1 hingga 21 adalah pelajaran tentang pertanggungjawaban amal perbuatan. Pilihan jalan hidup—apakah jalan kemudahan yang dibangun dari takwa dan kedermawanan, atau jalan kesulitan yang dipicu oleh kekikiran dan kedustaan—akan selalu termanifestasi dalam kehidupan dunia dan menentukan nasib abadi seseorang.

🏠 Homepage