Kisah Tentara Gajah: Terjemahan Al-Fil 1-5

Pengantar Surat Al-Fil

Surat Al-Fil (الفيل), yang berarti "Gajah", adalah surat ke-105 dalam urutan mushaf Al-Qur'an, namun merupakan surat ke-19 yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, menjadikannya termasuk surat Makkiyah. Surat ini sangat singkat, hanya terdiri dari lima ayat, namun memiliki makna historis dan teologis yang mendalam, menceritakan peristiwa penting yang terjadi sebelum kelahiran Rasulullah ﷺ, yaitu upaya penghancuran Ka'bah oleh pasukan besar yang dipimpin oleh Abrahah al-Asyram, seorang gubernur Yaman dari Ethiopia. Peristiwa ini dikenal sebagai 'Amul Fil (Tahun Gajah).

Kisah ini menjadi mukjizat nyata yang menunjukkan pemeliharaan Allah terhadap Rumah-Nya (Ka'bah) bahkan sebelum diresmikannya kenabian Muhammad ﷺ. Pemahaman mendalam terhadap terjemahan surat Al-Fil ayat 1 sampai 5 akan membuka wawasan tentang bagaimana Allah melindungi tempat ibadah-Nya dari kesombongan dan kekuasaan duniawi yang zalim.

Ilustrasi burung membawa batu kerikil

Teks Arab dan Terjemahan Surat Al-Fil Ayat 1-5

Berikut adalah teks asli Arab, transliterasi, dan terjemahan makna ayat per ayat dari Surat Al-Fil:

Ayat 1
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ
Alam tara kayfa fa'ala rabbuka bi-ashabil-fiil

Tahukah kamu (hai Muhammad), bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?

Ayat 2
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
Alam yaj'al kaydahum fii tadliil

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya (rencana jahat) mereka itu sia-sia?

Ayat 3
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
Wa arsala 'alaihim thairan abaabiil

Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang bergelombang (secara berbondong-bondong),

Ayat 4
تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ
Tarmiihim bi-hijaaratim min sijjiil

yang melempari mereka dengan batu-batu (berasal) dari tanah yang keras.

Ayat 5
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ
Faja'alahum ka'ashfim ma'kuul

Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (hancur lebur).

Makna di Balik Kehancuran Tentara Gajah

Ayat pertama langsung mengajukan pertanyaan retoris yang menekankan kebesaran kuasa Allah. Pertanyaan "Tahukah kamu?" berfungsi untuk menarik perhatian pembaca kepada sebuah peristiwa yang sangat terkenal dan menjadi bukti nyata kekuasaan Ilahi, yaitu kegagalan total rencana Abrahah. Abrahah, seorang raja yang sombong, bermaksud menghancurkan Ka'bah karena ia telah membangun gereja megah di Yaman dan merasa terancam oleh keunggulan Baitullah sebagai pusat ibadah. Ia membawa pasukan besar yang dilengkapi dengan gajah sebagai alat perang utama, sesuatu yang belum pernah dilihat oleh penduduk Makkah saat itu.

Ayat kedua menegaskan bahwa seluruh strategi militer yang canggih—yang melibatkan ribuan prajurit dan gajah—ternyata hanyalah tipu daya yang sia-sia (kaydahum fii tadliil). Allah membiarkan mereka mendekat untuk menunjukkan kesombongan mereka, sebelum kemudian membatalkan rencana tersebut dalam sekejap mata.

Puncak dari pertolongan Allah datang pada ayat ketiga dan keempat, yaitu pengiriman burung Ababil. Kata 'Ababil' sendiri diyakini berarti "datang bergelombang" atau "datang secara berkelompok-kelompok", mengindikasikan jumlah mereka yang banyak dan serangan yang terkoordinasi. Burung-burung kecil ini membawa batu-batu panas dari tanah yang keras (sijjiil). Interpretasi ulama mengenai 'sijjiil' berbeda-beda, namun intinya adalah batu yang sangat keras dan panas, bahkan ada yang menyebutkan bahwa batu tersebut berasal dari tanah liat yang dibakar di neraka.

Hasilnya digambarkan secara dramatis pada ayat kelima: "Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (hancur lebur)." Metafora ini sangat kuat. Daun yang dimakan ulat atau hewan akan menjadi hancur, tidak berbentuk, dan tidak berarti. Demikian pula pasukan gajah yang perkasa itu musnah tanpa perlawanan berarti, tubuh mereka hancur lebur tertimpa hujan batu, menjadi pelajaran bagi semua orang yang menyombongkan kekuatan fisik atas kehendak Allah.

Kisah Al-Fil ini menjadi pengingat abadi bagi kaum Quraisy, dan umat Islam secara umum, bahwa Allah pasti akan membela rumah-Nya dan agama-Nya. Peristiwa ini terjadi beberapa waktu sebelum Nabi Muhammad ﷺ lahir, dan keberhasilannya menjadi semacam "pujian pendahuluan" atas kehormatan yang akan dibawa oleh Rasulullah SAW, sekaligus perlindungan awal terhadap tempat suci umat Islam.

🏠 Homepage