Bahasa Melayu, dengan berbagai variannya (termasuk Bahasa Malaysia dan Bahasa Indonesia), adalah salah satu bahasa serumpun terbesar di Asia Tenggara. Meskipun memiliki banyak kemiripan leksikal dan gramatikal, perbedaan dialek, kosakata spesifik, dan konteks budaya seringkali memerlukan penerjemahan yang akurat, terutama ketika berhadapan dengan dokumen resmi, literatur, atau komunikasi bisnis. Menerjemahkan dalam dari Melayu (yang berarti menerjemahkan dari Melayu ke dalam bahasa target, dalam konteks ini Bahasa Indonesia) membutuhkan pemahaman nuansa kontekstual.
Seringkali, kata yang terlihat sama memiliki makna yang sedikit bergeser. Misalnya, kata "jumpa" dalam Melayu berarti bertemu, yang dalam Bahasa Indonesia standar diterjemahkan menjadi "bertemu". Namun, dalam konteks yang lebih kasual atau regional di Indonesia, terjemahan yang lebih kontekstual mungkin diperlukan. Kesalahan penerjemahan dapat menyebabkan kesalahpahaman signifikan, oleh karena itu, kehati-hatian sangat dianjurkan.
Proses menerjemahkan dari bahasa Melayu ke Bahasa Indonesia melibatkan penanganan beberapa tantangan kunci. Tantangan pertama adalah perbedaan dalam serapan kata asing. Bahasa Melayu di Malaysia seringkali lebih cenderung menyerap kata dari bahasa Inggris secara langsung, sementara Bahasa Indonesia cenderung mencari padanan baku dalam bahasa Sanskerta, Arab, atau menciptakan istilah baru yang lebih baku.
Kedua, penggunaan partikel dan kata penghubung. Partikel seperti "sahaja" (Melayu) diterjemahkan menjadi "saja" (Indonesia), atau penggunaan kata ganti orang ketiga yang berbeda. Dalam bahasa Melayu, penggunaan "dia" seringkali lebih umum untuk merujuk orang ketiga tunggal, sementara dalam konteks formal di Indonesia, terkadang perlu disesuaikan berdasarkan kedudukan sosial subjek yang dibicarakan.
Ketiga, istilah teknis dan hukum. Institusi dan badan hukum di kedua negara mengembangkan terminologi mereka sendiri. Dokumen hukum atau akademik memerlukan penerjemah yang memahami nomenklatur spesifik masing-masing yurisdiksi agar terjemahan tersebut sah dan dapat diterapkan secara fungsional.
Untuk mencapai kualitas terjemahan dalam dari Melayu yang tinggi, beberapa strategi harus diterapkan. Pertama, kontekstualisasi adalah kunci. Jangan hanya menerjemahkan kata demi kata. Pahami apa maksud penulis Melayu di balik frasa tersebut, lalu cari padanan maknanya dalam Bahasa Indonesia. Jika sebuah ungkapan umum dalam Melayu tidak memiliki padanan langsung yang natural dalam Bahasa Indonesia, gunakan ungkapan Indonesia yang fungsinya sama.
Kedua, pembakuan istilah. Jika Anda menerjemahkan teks teknis, selalu merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) atau padanan resmi yang digunakan oleh lembaga standar Indonesia (seperti Badan Bahasa). Hindari penggunaan padanan yang terlalu lokal atau informal kecuali jika konteks teks memang mengizinkannya (misalnya, terjemahan sastra populer).
Ketiga, revisi silang. Setelah terjemahan selesai, bandingkan kembali dengan teks sumber Melayu. Periksa apakah ada bagian yang terlewat atau interpretasi yang terlalu jauh. Proses ini sangat penting untuk memastikan akurasi makna dan menjaga integritas pesan asli. Memahami bahwa tujuan akhir adalah menghasilkan teks Indonesia yang terasa alami dan baku bagi pembaca lokal adalah fokus utama.
Mari kita lihat contoh perbedaan kosakata:
Kemampuan untuk melakukan penyesuaian leksikal semacam ini membuktikan bahwa penerjemahan dalam dari Melayu adalah proses adaptasi linguistik, bukan sekadar penggantian kata. Penguasaan kedua bahasa secara mendalam adalah prasyarat mutlak untuk hasil terbaik.