Surah Al-Fatihah adalah surah pertama dalam Al-Qur'an dan merupakan inti dari shalat umat Islam. Karena letaknya yang strategis, pemahaman mendalam terhadap maknanya sangat penting. Dalam konteks kebudayaan serumpun Melayu dan Indonesia, sering kali kita menemukan perbedaan tipis dalam terjemahan atau lafal yang dipengaruhi oleh dialek dan konteks bahasa lokal. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan perbandingan terjemahan Surah Al-Fatihah dari perspektif bahasa Melayu standar ke dalam bahasa Indonesia yang lebih umum digunakan saat ini.
Meskipun bahasa Melayu dan bahasa Indonesia memiliki akar yang sama dan sangat serumpun, terdapat beberapa perbedaan kosakata dan gaya bahasa yang bisa memengaruhi nuansa terjemahan. Terjemahan dari teks Melayu lama atau buku-buku agama berbahasa Melayu sering kali menggunakan diksi yang sedikit berbeda dibandingkan terjemahan kontemporer Indonesia. Memahami perbandingan ini membantu dalam memperkaya khazanah keilmuan dan memperkuat pemahaman spiritual kita terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Berikut adalah perbandingan ayat per ayat Surah Al-Fatihah, menampilkan teks Arab, terjemahan umum dalam bahasa Melayu (sebagai representasi historis atau regional), dan terjemahan yang lebih lazim digunakan dalam konteks Indonesia modern.
Terjemahan:
Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.
Terjemahan:
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Terjemahan:
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.
Terjemahan:
Raja pada hari pembalasan.
Pemilik hari Pembalasan.
Terjemahan:
Hanya Engkau sahaja kami sembah, dan hanya Engkau sahaja kami mohon pertolongan.
Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Terjemahan:
Tunjukkanlah kami akan jalan yang lurus.
Tunjukkanlah kami jalan yang lurus.
Terjemahan:
Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat.
Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.
Perbedaan yang paling mencolok antara terjemahan Melayu dan Indonesia terletak pada pilihan kata (diksi). Misalnya, kata 'Pemurah' dalam bahasa Melayu sering diganti 'Pengasih' dalam bahasa Indonesia modern, meskipun keduanya merujuk pada makna yang sama dalam konteks "Ar-Rahman". Demikian pula, 'sekalian alam' (Melayu) telah banyak digantikan oleh 'semesta alam' (Indonesia). Kata 'Engkau' (digunakan dalam beberapa konteks Melayu untuk merujuk kepada Allah) dalam bahasa Indonesia sering dipertahankan, namun variasi sapaan juga ditemukan.
Poin penting lainnya adalah pada ayat keenam: "Tunjukkanlah kami akan jalan yang lurus" (Melayu) versus "Tunjukkanlah kami jalan yang lurus" (Indonesia). Meskipun secara makna sama, konstruksi bahasa Indonesia cenderung lebih ringkas dan langsung. Penggunaan kata 'akan' dalam bahasa Melayu sering kali lebih lazim dibandingkan dalam bahasa Indonesia kontemporer yang cenderung menghilangkan kata bantu tersebut jika tidak mutlak diperlukan.
Dalam konteks ayat kelima, terjemahan Melayu sering menekankan aspek keunikan atau eksklusivitas ("Hanya Engkau sahaja kami sembah"), sementara terjemahan Indonesia menggunakan "Hanya kepada-Mu kami menyembah," yang mempertahankan makna tauhid dengan struktur kalimat yang lebih sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia modern.
Meskipun perbedaan ini tampak minor dari segi arti dasar, pemahaman atas nuansa ini penting bagi penutur bahasa Indonesia yang mungkin belajar dari sumber-sumber Islam klasik berbahasa Melayu. Menyadari variasi terjemahan membantu menjaga kemurnian pemahaman makna, sekaligus menghargai kekayaan linguistik dalam tradisi keislaman di Asia Tenggara.
Surah Al-Fatihah adalah pondasi ibadah. Baik melalui terjemahan Melayu yang kaya akan nuansa historis, maupun terjemahan Indonesia yang lugas dan kontemporer, pesan utama dari ketujuh ayat ini tetap sama: pengakuan atas keesaan Allah, pujian kepada-Nya, dan permohonan bimbingan menuju jalan yang benar. Dengan membandingkan kedua bentuk terjemahan ini, kita tidak hanya memperluas kosakata, tetapi juga memperdalam hubungan spiritual kita dengan teks suci tersebut.