Di antara surat-surat pendek dalam Al-Qur'an, Surat Ad-Dhuha menempati posisi istimewa sebagai penyejuk hati. Turun pada saat Nabi Muhammad SAW sedang mengalami masa sulit dan sempat jeda wahyu, surat ini adalah pelukan kasih sayang langsung dari Allah SWT. Tema utamanya adalah penegasan janji Allah bahwa Dia tidak pernah meninggalkan hamba-Nya, terutama di saat-saat kegelapan terasa paling pekat.
Konteks Penurunan: Saat Kegelapan Melanda
Masa jeda turunnya wahyu (fatrah al-wahyu) adalah periode yang sangat menekan bagi Rasulullah SAW. Rasa khawatir bahwa Allah mungkin telah meninggalkan beliau sempat menyelimuti hati beliau. Dalam kondisi inilah, Allah SWT menurunkan Ad-Dhuha (yang berarti waktu pagi setelah matahari terbit) sebagai respons ilahi yang lembut.
Ayat-ayat pembuka surat ini secara langsung menyentuh kondisi psikologis tersebut:
Sumpah dengan waktu dhuha—waktu di mana kegelapan malam telah sirna digantikan cahaya—adalah metafora kuat bahwa kesulitan yang dialami Nabi akan segera berakhir. Allah bersumpah dengan fenomena alam yang pasti terjadi sebagai penegasan bahwa janji-Nya juga pasti terjadi.
Penegasan Cinta dan Pemeliharaan Ilahi
Inti dari tulisan surat Ad-Dhuha adalah serangkaian penegasan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan, membenci, atau melupakan Nabi Muhammad SAW.
Ayat ketiga ini menjadi penawar paling mujarab bagi siapa pun yang merasa sendirian atau ditinggalkan. Bagi umat Muslim, surat ini mengajarkan bahwa kesulitan adalah bagian dari proses pengujian iman, dan Allah selalu mengawasi, bahkan ketika kita merasa seolah-olah Dia sedang menjauh. Pemeliharaan Allah jauh lebih baik daripada kesenangan duniawi.
Hal ini diperkuat dengan pengingat akan kehidupan masa lalu Nabi:
Pengulangan kata "mendapatimu" (dalam konteks rahmat) ini menunjukkan bahwa setiap fase sulit dalam hidup Nabi, mulai dari yatim piatu hingga kebingungan, selalu berakhir dengan pertolongan dan pemenuhan kebutuhan dari sisi Allah. Ini adalah peta jalan bagi umatnya: setiap kesulitan pasti akan diikuti oleh kemudahan.
Perintah untuk Bersyukur dan Merawat Sesama
Setelah mengingatkan tentang rahmat yang tak terhingga, surat ini beralih pada perintah praktis. Jika Allah telah memberikan nikmat yang begitu besar, apa balasan yang diharapkan? Bukan harta atau kekuasaan, melainkan sikap dan tindakan nyata.
Surat Ad-Dhuha memerintahkan tiga hal utama sebagai wujud syukur:
- Menyampaikan Nikmat Allah: Mengakui dan menceritakan karunia Allah kepada orang lain, bukan menyimpannya sendiri.
- Menyantuni Fakir Miskin: Memberi sedekah dan menolong mereka yang membutuhkan. Ini adalah ujian nyata keikhlasan setelah menerima kelimpahan.
- Menjaga Diri dari Keputusasaan: Selalu berprasangka baik kepada Allah (Husnudzon) dan tidak pernah menyerah pada keadaan.
Ayat pamungkas surat ini menjadi janji manis:
Kata "pasti" (لَسَوْفَ) di sini memberikan jaminan mutlak bahwa kebahagiaan dan keridhaan sejati akan datang. Ketenangan hati yang sesungguhnya (ridha) akan menjadi puncak dari setiap perjuangan seorang mukmin.
Tulisan Surat Ad-Dhuha Sebagai Terapi Spiritual
Bagi kita yang menjalani kehidupan modern dengan segala tantangannya—kesepian, kegagalan bisnis, atau kekecewaan—membaca dan merenungkan tulisan surat Ad-Dhuha berfungsi sebagai terapi spiritual. Surat ini mengingatkan bahwa cahaya selalu mengikuti kegelapan. Jika saat ini terasa berat, ingatlah bahwa Allah telah bersumpah dengan waktu dhuha—waktu ketika fajar kemenangan telah tiba. Tugas kita hanyalah bersabar, bersyukur, dan terus berusaha, sambil memegang teguh keyakinan bahwa pemeliharaan-Nya senantiasa menyertai.