Surat Al-Ikhlas (QS. Al-Ma’un), yang berarti 'Memurnikan Keimanan', adalah salah satu surat terpendek namun memiliki kedalaman tauhid yang luar biasa dalam Al-Qur'an. Surat ini seringkali disebut sebagai sepertiga Al-Qur'an karena kandungan maknanya yang secara eksplisit menjelaskan hakikat Allah SWT, memisahkan-Nya dari segala bentuk penyekutuan atau perumpamaan.
Fokus pembahasan kita kali ini adalah pada ayat pembukanya. Memahami terjemahan surat al ikhlas ayat 1 adalah langkah pertama untuk memahami seluruh esensi ajaran Islam mengenai keesaan Tuhan.
Ayat pertama, "Qul Huwa Allahu Ahad", merupakan perintah langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW (dan secara universal kepada seluruh umat manusia) untuk menyatakan dan menegaskan konsep ketuhanan yang paling fundamental. Kata kunci di sini adalah "Ahad" (أَحَدٌ).
Dalam bahasa Arab, terdapat dua kata yang sering diterjemahkan sebagai 'satu', yaitu "Wahid" (واحد) dan "Ahad" (أحد). Meskipun keduanya bermakna tunggal, penggunaan "Ahad" dalam konteks ilahiyah memiliki implikasi yang jauh lebih kuat dan eksklusif:
Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan terjemahan surat al ikhlas ayat 1: "Dialah Allah, Yang Maha Esa," kita sedang menyatakan bahwa Allah adalah Dzat yang absolut tunggal, tidak bersekutu, tidak beranak, dan tidak diperanakkan. Ini adalah inti dari syahadat La ilaha illa Allah.
Menurut riwayat yang sahih, surat Al-Ikhlas diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan kaum musyrikin—terutama dari kalangan Quraisy—yang menanyakan kepada Nabi Muhammad SAW tentang siapa Tuhan yang beliau sembah dan agungkan. Mereka ingin mengetahui silsilah, wujud fisik, atau karakteristik Tuhannya.
Jawaban yang Allah turunkan melalui surat ini sangat tegas, membersihkan segala asumsi antropomorfisme (menggambarkan Tuhan dalam bentuk manusia) atau politeisme (banyak Tuhan). Ayat pertama ini berfungsi sebagai fondasi; jika Dia bukan Yang Maha Esa, maka ayat-ayat selanjutnya (tentang Allah tempat bergantung, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada yang setara dengan-Nya) tidak akan memiliki makna yang sempurna.
Membaca dan memahami ayat ini bukan hanya sekadar pelafalan ritual. Surat Al-Ikhlas adalah barometer kemurnian iman seseorang. Seorang Muslim yang benar-benar mengimani keesaan Allah (Tauhid) akan terhindar dari segala bentuk kesyirikan, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi dalam pikiran dan perbuatan.
Keutamaan surat ini sangat besar, sebagaimana disebutkan dalam hadis, membacanya setara dengan sepertiga Al-Qur'an karena tiga perempat isi Al-Qur'an membahas aspek Tauhid, Risalah, dan Hari Akhir. Surat Al-Ikhlas secara padat merangkum Tauhid Rububiyah (mengakui Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara) dan Tauhid Uluhiyah (mengakui Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah).
Mempelajari terjemahan surat al ikhlas ayat 1 secara mendalam membantu kita untuk selalu fokus pada kemurnian niat ibadah. Setiap doa, setiap sujud, setiap usaha yang kita lakukan harus ditujukan hanya kepada Al-Ahad, Zat yang tidak membutuhkan apapun dari ciptaan-Nya, namun sebaliknya, seluruh alam semesta membutuhkan-Nya.
Dengan demikian, penegasan ketunggalan Allah pada ayat pertama ini menjadi benteng akidah yang kokoh, membimbing umat Islam dalam jalan yang lurus, jauh dari keraguan dan percampuran konsep ketuhanan yang keliru. Ini adalah deklarasi universal tentang siapa Tuhan kita yang sesungguhnya.