Surat Al-Fatihah, atau Ummul Kitab (Induk Al-Qur'an), adalah surat pertama dalam mushaf dan merupakan fondasi utama dalam setiap rakaat shalat umat Islam. Ayat kelima dari surat ini memiliki makna yang sangat mendalam, karena mengarahkan fokus permohonan hamba kepada sumber tunggal pertolongan dan kepemilikan.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin.
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.
Ayat kelima ini merupakan inti dari pengakuan tauhid (keesaan Allah) sekaligus merupakan pernyataan komitmen total seorang hamba. Setelah pada ayat sebelumnya (Ayat 4) kita mengakui bahwa Allah adalah Pemilik hari Pembalasan (Rabbul Maaliki Yaumid Din), maka pada ayat ini kita langsung menyatakan respons atas pengakuan tersebut.
Frasa "Iyyaka Na'budu" berarti "Hanya kepada-Mu kami beribadah." Kata "Iyyaka" (Hanya Engkau) diletakkan di awal (disebut sebagai taqdim al-maf'ul 'ala al-fi'l) untuk memberikan penekanan yang sangat kuat. Penekanan ini menegaskan bahwa ibadah, dalam segala bentuknya—shalat, puasa, sedekah, zikir, bahkan perbuatan sehari-hari yang diniatkan karena Allah—hanya ditujukan kepada Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hak untuk disembah. Ini adalah puncak dari syahadat Tauhid, peniadaan segala bentuk kesyirikan (politeisme) dalam peribadatan. Setiap gerakan, setiap ucapan, setiap niat yang dilakukan seorang Muslim harus kembali kepada keridhaan Ilahi.
Ayat ini dilanjutkan dengan permohonan bantuan, "Wa Iyyaka Nasta'iin" (Dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Permohonan pertolongan ini adalah konsekuensi logis dari pengakuan ibadah. Mengapa kita harus beribadah hanya kepada Allah? Karena kita lemah dan tidak mampu melaksanakan ibadah tersebut dengan sempurna kecuali dengan pertolongan-Nya.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa memohon pertolongan di sini mencakup dua aspek utama:
Mengapa Surat Al-Fatihah diulang-ulang dalam shalat? Karena ayat 5 inilah yang mengunci hubungan antara hamba dan Tuhan. Dalam setiap rakaat, seorang hamba menyatakan deklarasi tertinggi: "Saya milik-Mu dalam ibadah, dan saya bergantung penuh pada-Mu dalam setiap urusan."
Jika seorang hamba mengucapkan ayat ini dengan hati yang khusyuk, maka shalatnya memiliki pondasi tauhid yang kuat. Ini bukan sekadar rangkaian kata yang dihafal, melainkan sebuah perjanjian seumur hidup yang diperbaharui lima kali sehari atau lebih. Ayat ini mengajarkan sikap tawadhu' (rendah hati) sejati; bahwa meskipun kita beribadah, kita tetap memerlukan rahmat dan pertolongan Ilahi untuk melakukannya.
Memahami dan menghayati makna ayat kelima ini menjadikan shalat lebih dari sekadar ritual formal. Ia menjadi dialog intim, sebuah pengakuan akan kedaulatan mutlak Allah (dalam ibadah) dan ketergantungan mutlak kita (dalam pertolongan). Ini adalah fondasi spiritual yang kokoh sebelum seorang Muslim memohon petunjuk jalan lurus di ayat berikutnya.
Dengan demikian, Al-Fatihah ayat 5 adalah sebuah pernyataan iman yang komprehensif, merangkum pengabdian penuh dan ketergantungan total seorang hamba kepada Sang Pencipta Yang Maha Kuasa.