Kitab Ta'lim Muta'allim karya Syekh Az-Zarnuji adalah salah satu rujukan fundamental dalam tradisi pesantren di Nusantara. Kitab ini tidak hanya mengajarkan ilmu fikih atau akidah, tetapi juga secara rinci membahas etika dan tata krama seorang penuntut ilmu (santri) terhadap gurunya. Dalam Islam, kedudukan guru sangatlah mulia; beliau adalah perantara ilmu dan perahu penyelamat dari kebodohan. Oleh karena itu, menjaga adab (etika) kepada guru dianggap sebagai separuh dari keberhasilan menuntut ilmu.
Ilustrasi: Penghormatan santri kepada guru.
Pentingnya Adab Menurut Az-Zarnuji
Syekh Az-Zarnuji menekankan bahwa ilmu tanpa adab bagaikan pohon tanpa akar; ia tidak akan menghasilkan buah yang bermanfaat, bahkan bisa menjadi bencana. Dalam pandangannya, adab bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan cerminan dari kesucian hati dan kesiapan spiritual seorang murid menerima pancaran ilmu dari sang guru. Ia sering mengutip pepatah bahwa "Adab adalah mahkota ilmu." Tanpa adab, ilmu yang didapat cenderung tidak berkah dan mudah hilang.
Prinsip Dasar Menghormati Guru
Kitab Ta'lim Muta'allim menguraikan berbagai manifestasi adab yang harus dijaga santri, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun niat hati. Ini mencakup bagaimana santri harus memposisikan dirinya di hadapan sosok yang telah mengabdikan diri untuk mengajarkan kebenaran.
- Memuliakan Kehadiran Guru: Santri dilarang mendahului guru berjalan, apalagi duduk di tempat yang lebih tinggi atau lebih utama dari guru saat berada dalam majelis ilmu.
- Menjaga Pandangan Mata: Salah satu adab yang sering ditekankan adalah menjaga pandangan mata agar tidak menatap guru secara langsung dengan tatapan tajam atau kurang ajar. Pandangan mata harus menunjukkan rasa hormat dan rendah hati.
- Pendengar yang Baik: Ketika guru berbicara, santri wajib diam total, mendengarkan dengan seksama, dan tidak menyela pembicaraan guru kecuali benar-benar diperlukan dan seizin beliau.
- Sikap Tubuh: Az-Zarnuji mengajarkan agar santri tidak bersandar, melipat kaki, atau menunjukkan sikap malas ketika guru sedang mengajar. Postur tubuh harus menunjukkan kesiapsiagaan menerima pelajaran.
- Menghindari Perdebatan Sia-sia: Santri harus menghindari debat kusir atau argumentasi yang bertujuan untuk menjatuhkan wibawa guru. Jika ada keraguan, pertanyaan harus diajukan dengan bahasa yang santun dan penuh takzim.
Adab dalam Berinteraksi dan Pelayanan
Adab tidak berhenti saat pelajaran selesai. Dalam tradisi pesantren, pelayanan terhadap guru adalah bentuk nyata pengamalan ilmu. Santri didorong untuk proaktif membantu urusan guru, selama hal tersebut tidak mengganggu waktu ibadah atau istirahat beliau. Sikap ini melatih keikhlasan dan kerendahan hati santri.
Bahkan dalam hal-hal kecil seperti cara berpakaian, cara berbicara di depan umum, atau cara meminta izin, semuanya harus mencerminkan sopan santun yang diajarkan. Misalnya, ketika bertanya, santri harus mempersiapkan pertanyaannya terlebih dahulu agar tidak membuang waktu berharga sang guru. Jika guru sedang sakit atau mengalami kesulitan, tanggung jawab untuk membantu berada di pundak santri yang paling dekat dan mampu.
Dampak Jangka Panjang Adab yang Baik
Mengapa adab begitu sentral? Karena ilmu yang didapat tanpa didasari rasa hormat seringkali menjadi ilmu yang kering. Santri yang beradab akan lebih mudah menerima *barakah* (berkah) dari ilmu yang diajarkan. Guru yang merasa dihormati akan lebih ikhlas mencurahkan seluruh ilmunya. Sebaliknya, santri yang cenderung meremehkan gurunya—walaupun cerdas secara akademis—cenderung akan mengalami kesulitan dalam aplikasi ilmunya di masyarakat, atau ilmunya cepat hilang.
Kesimpulannya, Ta'lim Muta'allim mendidik santri bahwa sukses dalam menuntut ilmu bukan hanya diukur dari seberapa banyak kitab yang dikuasai, tetapi lebih kepada seberapa baik ia mampu meneladani akhlak mulia, terutama dalam tata krama dan penghormatan tak terbatas kepada orang yang telah menjadi cahaya penuntunnya: sang guru. Adab adalah kunci pembuka pintu rahmat dan keberkahan ilmu.