Makna Mendalam Surat Adh-Dhuha Ayat 5: Harapan dan Janji Allah

Surat Adh-Dhuha, surat ke-93 dalam Al-Qur'an, adalah penyejuk hati bagi Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami masa-masa sulit, yaitu periode jeda wahyu. Di tengah kegelisahan tersebut, Allah SWT menurunkan ayat-ayat yang penuh dengan penegasan dan janji manis. Salah satu ayat yang paling sering direnungkan dan menjadi sumber kekuatan adalah ayat kelima.

Teks Ayat dan Terjemahannya

Ayat kelima dari Surat Adh-Dhuha berbunyi:

وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ

"Dan sungguh, Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau rida (puas)." (QS. Adh-Dhuha: 5)

Ayat ini merupakan sebuah janji ilahi yang sangat kuat. Ia tidak hanya berbicara tentang pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi jauh lebih mendalam—yaitu mencapai keridaan (رضا - Ridha) tertinggi.

Ilustrasi Janji Tuhan dan Keridhaan Sebuah gambar matahari pagi yang terbit di ufuk timur, memancarkan cahaya lembut ke arah siluet orang yang sedang bersujud dalam damai, melambangkan janji Allah SWT. Kepuasan Ilahi

Makna "Akan Diberikan Karunia-Nya"

Kata "saurafa" (سَوْفَ) yang digunakan dalam ayat ini mengandung makna kepastian di masa depan. Allah SWT tidak berkata "mungkin" atau "barangkali," melainkan berjanji pasti. Karunia yang dimaksud meliputi berbagai aspek. Dalam konteks Nabi Muhammad SAW, ini merujuk pada kemenangan, kemuliaan risalah, dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah.

Bagi umat Islam secara umum, janji ini meluas hingga janji balasan terbaik di akhirat. Ini adalah penegasan bahwa setiap kesabaran, ketabahan, dan perjuangan di jalan ketaatan tidak akan pernah sia-sia. Allah Maha Pemurah dan akan membalas setiap kebaikan dengan kemurahan yang melampaui ekspektasi.

Puncak Kebahagiaan: Mencapai Keridaan (Ar-Ridha)

Poin krusial dari Adh-Dhuha ayat 5 terletak pada kata "fatarḍā" (فَتَرْضَىٰ), yang berarti "sehingga engkau rida" atau "puas." Ini menunjukkan bahwa standar kebahagiaan tertinggi bukanlah sekadar kekayaan materi atau popularitas, melainkan kedamaian batin dan kepuasan total terhadap ketetapan dan karunia yang diberikan Allah.

Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama dalam mencapai keridaan ini. Meskipun menghadapi penganiayaan, kesedihan, dan ujian berat, beliau tetap teguh. Janji ini meyakinkan beliau bahwa pada akhirnya, kenikmatan spiritual dan kebahagiaan hakiki akan meliputi hatinya hingga beliau merasa cukup dan tenteram.

Dalam kehidupan modern yang penuh kompetisi dan ketidakpuasan, perenungan ayat ini menjadi sangat relevan. Ayat 5 Adh-Dhuha mengajarkan kita untuk fokus pada apa yang dijanjikan Allah, bukan pada kekurangan sementara yang kita hadapi saat ini. Jika Allah telah berjanji akan membuat kita rida, maka segala kesusahan saat ini hanyalah jembatan menuju kenikmatan yang dijanjikan.

Konteks Penurunan dan Relevansi Saat Ini

Surat Adh-Dhuha diturunkan ketika Nabi merasa ditinggalkan, khususnya setelah wahyu berhenti selama beberapa waktu. Rasa khawatir bahwa Allah telah meninggalkan beliau adalah siksaan batin yang luar biasa. Ayat 5 muncul sebagai konfirmasi tegas bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang sabar dan taat. Allah SWT berjanji untuk memberi, memberi, dan terus memberi hingga Nabi mencapai titik kepuasan tertinggi.

Bagi seorang Muslim yang sedang mengalami kemunduran, kegagalan, atau masa sulit, ayat ini adalah penyuntik semangat. Ayat ini mengingatkan bahwa kepuasan sejati tidak terletak pada hasil instan, tetapi pada kepastian janji Sang Pencipta. Ketika kita menempatkan harapan kita pada janji Allah dalam Adh-Dhuha ayat 5, kita menemukan ketenangan yang tidak bisa dibeli oleh dunia.

Oleh karena itu, merenungkan janji "وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ" adalah praktik spiritual yang mendasar. Ia mendorong kita untuk bersabar dalam menghadapi ujian, karena di balik setiap kesulitan, ada balasan kemurahan yang menjamin keridaan abadi.

🏠 Homepage