Surat Ad-Dhuha adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang terdapat dalam Juz Amma. Surat ini, yang memiliki arti 'Waktu Duha' atau 'Pagi Hari yang Cerah', diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada masa-masa sulit, khususnya ketika wahyu sempat terhenti beberapa waktu. Kehadiran surat ini membawa kelegaan dan penghiburan yang luar biasa bagi Rasulullah. Oleh karena itu, memahami arti dari Surat Ad-Dhuha bukan hanya sekadar mengetahui terjemahannya, tetapi juga menyelami pesan pengharapan, kasih sayang, dan janji Allah SWT.
Latar Belakang Penurunan Wahyu
Periode ketika wahyu berhenti turun dikenal dalam sejarah Islam sebagai Fatrah al-wahy. Masa ini menimbulkan kegelisahan dan kesedihan mendalam pada diri Nabi Muhammad SAW, yang khawatir bahwa Allah telah meninggalkan atau membenci beliau. Dalam konteks inilah, Surat Ad-Dhuha diturunkan sebagai penegasan dan penghiburan ilahiah. Ayat-ayatnya secara tegas membantah keraguan tersebut dan mengingatkan Nabi akan rahmat yang telah diberikan kepadanya sejak awal.
Kandungan Utama Surat Ad-Dhuha
Surat ini terdiri dari 11 ayat dan memiliki struktur yang sangat sistematis dalam memberikan ketenangan. Ayat-ayatnya berfungsi sebagai bantahan bertahap terhadap kegelisahan Nabi.
Sumpah dengan Waktu Duha (Ayat 1-2)
"Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalah), dan demi malam apabila telah sunyi."
Allah SWT memulai surat ini dengan bersumpah menggunakan dua waktu yang kontras: pagi hari yang terang benderang (Dhuha) dan malam hari yang gelap dan sunyi. Sumpah ini memberikan penekanan bahwa kesaksian dan janji Allah itu hakiki, layaknya waktu-waktu yang telah disaksikan oleh seluruh alam semesta. Waktu Dhuha sendiri sering dikaitkan dengan awal aktivitas penuh semangat dan rezeki yang mulai mengalir.
Penghiburan dari Allah (Ayat 3-5)
"Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepada kamu."
Ini adalah inti penenangan. Allah secara eksplisit menyatakan bahwa Dia tidak meninggalkan Nabi-Nya dan tidak membenci beliau. Setelah penegasan ini, Allah mengingatkan tentang rahmat masa lalu sebagai bukti kasih sayang-Nya. Rahmat tersebut adalah kondisi Nabi sebelum menerima kenabian.
Allah mengingatkan bahwa Dia menemukan Nabi dalam keadaan yatim piatu, lalu Dia memberikan perlindungan dan tempat bernaung. Kemudian, Allah menemukan beliau dalam kesesatan (belum mendapat wahyu), lalu Dia memberinya petunjuk. Lalu, Allah menemukan beliau dalam kemiskinan, lalu Dia memberikan kekayaan. Pengingat akan perjalanan hidup ini menegaskan bahwa Allah selalu hadir dan memelihara Nabi, bahkan sebelum beliau diangkat menjadi Rasul.
Perintah untuk Bersyukur dan Berbuat Baik (Ayat 6-11)
Setelah menenangkan hati Nabi, surat ini beralih memberikan arahan praktis untuk merespons nikmat tersebut. Ada tiga perintah utama yang terkandung di dalamnya:
- Jangan Menghardik Yatim (Ayat 9): Ini adalah perintah untuk berbuat baik kepada mereka yang lemah dan membutuhkan perlindungan, mengingat Nabi sendiri pernah menjadi yatim.
- Jangan Mengusir Pengemis (Ayat 10): Kewajiban untuk bersikap murah hati dan tidak menolak orang yang meminta pertolongan.
- Mengumumkan Nikmat Tuhan (Ayat 11): Ini adalah perintah untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah dan menyebarkan kabar baik tersebut kepada umat.
Relevansi Surat Ad-Dhuha Bagi Umat Islam
Meskipun diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara spesifik, pesan Surat Ad-Dhuha berlaku universal bagi setiap mukmin. Ketika seseorang menghadapi masa-masa sulit, merasa terabaikan, atau tertimpa kegagalan (merasa ditinggalkan oleh pertolongan Allah), Surat Ad-Dhuha menjadi pengingat kuat bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang berusaha taat.
Kisah dalam surat ini mengajarkan bahwa kesulitan adalah bagian dari ujian yang pasti akan diikuti oleh kemudahan. Setelah kesulitan masa Fatrah, Allah memberikan kemudahan dengan turunnya wahyu kembali, yang menunjukkan bahwa akhir dari kesabaran adalah kebahagiaan dan kelapangan. Membaca dan merenungkan arti dari Surat Ad-Dhuha diharapkan dapat membangkitkan optimisme dan semangat untuk selalu bersyukur, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, dengan meneladani cara Nabi menghadapi ujian.