Surat Ad-Dhuha (Dhuha) adalah surat ke-93 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 11 ayat. Surat ini turun sebagai penyejuk hati Nabi Muhammad SAW di saat beliau sedang merasa sedih dan tertekan karena jeda turunnya wahyu. Ayat per ayat dalam surat ini mengandung makna penghiburan, pengingat akan nikmat Allah, dan penegasan janji kemuliaan.
Salah satu ayat yang sangat menyentuh dan sering menjadi fokus pembahasan adalah **Ayat ke-8**.
Teks Asli Surat Ad Dhuha Ayat 8
*Wa wajadaka ‘ā’ilan fa-aghna.*
Terjemahan Ayat 8
"Dan Dia mendapati engkau sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan (memberi kekayaan)."
Penjelasan Mendalam Arti Ayat 8
Ayat 8 ini merupakan kelanjutan dari rangkaian anugerah yang disebutkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW setelah Dia bersumpah dengan waktu Dhuha dan malam hari. Ayat ini secara spesifik menyoroti dua kondisi penting dalam kehidupan Rasulullah:
- "Wa wajadaka ‘ā’ilan" (Dan Dia mendapati engkau sebagai seorang yang kekurangan/miskin): Kata 'ā'il (عَائِل) secara harfiah berarti orang yang membutuhkan, fakir, atau tidak memiliki harta yang mencukupi. Dalam konteks kenabian, kondisi ini merujuk pada masa awal kehidupan Nabi. Meskipun beliau dibesarkan dalam asuhan pamannya, Abu Thalib, masa muda beliau dihabiskan dengan bekerja keras sebagai penggembala kambing dan kemudian berdagang. Secara materi, beliau adalah sosok yang tidak berkecukupan dibandingkan dengan pemuka-pemuka Quraisy saat itu.
- "Fa-aghna" (Lalu Dia memberikan kecukupan/memberi kekayaan): Ini adalah janji dan realisasi dari Allah SWT. Pemberian kecukupan ini bukan hanya terbatas pada harta benda semata. Meskipun secara materi Allah mencukupi kebutuhan beliau setelah menikah dengan Khadijah RA dan selama berdakwah, "kecukupan" yang hakiki di sini mencakup:
- Kecukupan dalam ilmu dan hikmah.
- Kecukupan dalam dukungan moral (seperti turunnya wahyu yang sempat terhenti).
- Kecukupan dalam hati (kepuasan batin).
- Kecukupan dalam kedudukan dan kehormatan (menjadi Rasul).
Konteks dan Hikmah Ayat Ad Dhuha 8
Surat Ad Dhuha diturunkan untuk memberikan keyakinan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa Allah tidak pernah meninggalkan beliau. Setelah mengingatkan bahwa Allah tidak pernah "membuang" atau "membenci" beliau (Ayat 3), Allah kemudian menunjukkan bagaimana Dia telah menjaga dan mengangkat derajat beliau dari kondisi sebelumnya.
Ayat ini mengajarkan beberapa hikmah penting:
1. Pengingat akan Kerendahan Hati
Dengan mengingatkan Rasulullah akan kondisi kekurangan beliau dahulu, Allah mengajarkan pentingnya kerendahan hati (tawadhu) meskipun telah mencapai puncak kemuliaan. Seorang Muslim tidak boleh lupa dari mana ia berasal dan siapa yang telah mengangkat derajatnya.
2. Kekuatan Setelah Kesulitan
Ini adalah pola umum dalam banyak surat Makkiyah: kesulitan pasti diikuti oleh kemudahan. Kondisi 'kekurangan' (kesulitan finansial, kesendirian dalam dakwah, jeda wahyu) diganti dengan 'kecukupan' (kemudahan rezeki, penerimaan dakwah, dan jaminan surgawi).
3. Rezeki Hakiki Bukan Hanya Materi
Walaupun ayat ini menyebutkan kekayaan, penafsiran yang lebih luas menunjukkan bahwa kecukupan yang paling berharga adalah kecukupan spiritual. Nabi SAW adalah manusia terkaya dalam hal iman, kesabaran, dan kedekatan dengan Rabb-nya, meskipun kekayaan duniawinya relatif sederhana dibandingkan para raja pada masa itu.
Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Bagi umat Muslim, khususnya ketika menghadapi masa-masa sulit atau merasa kurang, Surat Ad Dhuha Ayat 8 menjadi sumber inspirasi. Pesannya adalah bahwa Allah Maha Pengatur rezeki. Jika saat ini kita merasa kekurangan, ingatlah bahwa Allah memiliki kuasa penuh untuk memberikan kecukupan. Fokus utama haruslah pada usaha, tawakal, dan menjaga hubungan baik dengan-Nya, karena kecukupan sejati datang dari ketaatan.
Setiap kali kita merasa duniawi menjepit, membaca dan merenungkan ayat ini akan mengingatkan bahwa kesulitan adalah sementara, dan Allah telah berjanji untuk mengangkat derajat hamba-Nya yang sabar dan bertakwa. Janji "Fa-aghna" (Lalu Dia mencukupkan) berlaku universal bagi setiap mukmin yang mengikuti jejak Rasul-Nya.