Simbolisasi sederhana dari area operasional penerbangan.
Bagi warga Kalimantan Timur, terutama Kota Samarinda, nama Bandar Udara Temindung menyimpan segudang memori dan kisah. Meskipun kini operasional penerbangan komersial telah sepenuhnya dialihkan ke Bandar Udara Internasional Aji Pangeran Tumenggung Pranoto (APT Pranoto), Temindung pernah memegang peranan vital sebagai gerbang udara utama kota tersebut selama puluhan tahun. Keberadaannya sangat strategis, terletak tidak jauh dari pusat kota, menjadikannya titik sentral pergerakan orang dan barang.
Sejarah Bandar Udara Temindung berawal dari kebutuhan mendesak akan infrastruktur transportasi udara yang memadai seiring dengan berkembangnya Samarinda sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi di Kalimantan Timur. Bandara ini dibangun dengan tujuan untuk melayani penerbangan domestik dan menghubungkan Samarinda dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Sebelum era jet komersial besar, Temindung berhasil menjalankan fungsinya dengan baik, melayani pesawat-pesawat baling-baling yang lebih kecil dan secara bertahap berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Letak geografisnya yang dekat dengan Sungai Mahakam dan area perkotaan memberikan keuntungan aksesibilitas yang tinggi bagi masyarakat. Namun, seiring pertumbuhan populasi Samarinda dan peningkatan frekuensi serta ukuran pesawat yang digunakan maskapai, keterbatasan fisik dari Bandar Udara Temindung mulai terasa. Panjang landasan pacu yang relatif terbatas serta tantangan terkait potensi perluasan lahan di area yang padat menjadi isu utama yang tak terhindarkan. */
Perkembangan zaman menuntut bandara yang mampu menampung pesawat berbadan lebar dan mampu beroperasi dengan standar keselamatan internasional yang semakin ketat. Bandar Udara Temindung, dengan segala keterbatasannya, tidak lagi mampu mengimbangi permintaan penerbangan modern. Keputusan untuk membangun bandara baru yang lebih besar dan modern menjadi keniscayaan demi masa depan konektivitas Samarinda.
Proses pengalihan fungsi ini merupakan fase transisi yang penting. Maskapai penerbangan secara bertahap memindahkan basis operasional mereka dari Temindung ke APT Pranoto. Meskipun perpindahan ini sempat menimbulkan adaptasi bagi penumpang setia yang terbiasa dengan kemudahan akses Temindung, langkah ini diambil demi keamanan dan peningkatan kualitas layanan penerbangan secara keseluruhan. Bandar Udara Temindung perlahan namun pasti mulai mengurangi aktivitas penerbangan komersialnya.
Setelah tidak lagi melayani penerbangan niaga terjadwal, status Bandar Udara Temindung menjadi pembahasan menarik. Area bekas bandara ini memiliki nilai strategis yang tinggi bagi pengembangan tata ruang kota Samarinda. Ada berbagai wacana mengenai pemanfaatan kembali lahan tersebut, mulai dari dijadikan kawasan komersial, ruang terbuka hijau, hingga fungsi penunjang transportasi lainnya. Warisan Temindung bukan hanya sebatas infrastruktur fisik, tetapi juga ingatan kolektif tentang bagaimana Samarinda terhubung dengan dunia luar sebelum adanya bandara baru yang kini menjadi primadona.
Bagi para penerbang senior atau mereka yang pernah bekerja di sektor aviasi di Kalimantan Timur, Temindung adalah saksi bisu evolusi penerbangan di kawasan tersebut. Bandara ini menunjukkan bagaimana sebuah fasilitas vital dapat berkembang seiring dinamika kota, namun juga harus tunduk pada batasan fisik ketika tuntutan mobilitas semakin tinggi. Peninggalan sejarah ini mengingatkan kita bahwa infrastruktur harus adaptif dan berkelanjutan.
Hingga kini, jejak-jejak landasan pacu dan bangunan terminal lama di kawasan Bandar Udara Temindung masih bisa dikenali oleh mereka yang familier dengan area tersebut, menjadi monumen bisu bagi era keemasan konektivitas udara Samarinda di masa lalu. Penggantian peran Temindung oleh APT Pranoto menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk terus memajukan sektor transportasi udara Kalimantan Timur agar mampu bersaing di kancah regional maupun nasional, sambil tetap mengenang jasa bandara legendaris yang telah melayani jutaan penumpang.
Perjalanan Bandar Udara Temindung adalah cerminan dari pertumbuhan pesat Kota Samarinda. Dari sebuah bandara kecil yang menjadi tulang punggung konektivitas lokal, ia bertransformasi menjadi bagian dari narasi sejarah kota setelah perannya dialihkan. Walaupun tidak lagi menjadi gerbang udara utama, warisan Temindung tetap abadi sebagai babak penting dalam sejarah transportasi modern di Kalimantan Timur.