Batik tulis Lasem, yang berasal dari daerah Lasem, Rembang, Jawa Tengah, bukan sekadar kain bercorak, melainkan sebuah warisan budaya yang kaya akan sejarah dan filosofi. Terletak di jalur perdagangan pesisir utara, batik Lasem memiliki ciri khas unik yang membedakannya dari batik daerah lain seperti Pekalongan maupun Solo. Keunikan ini terbentuk dari akulturasi budaya yang dibawa oleh para saudagar dari berbagai penjuru dunia, terutama Tiongkok, yang singgah di pelabuhan kuno Lasem.
Corak batik Lasem sering kali menampilkan motif-motif yang terinspirasi dari warisan Tiongkok, seperti naga, burung phoenix, serta flora dan fauna yang hidup di pesisir. Penggunaan warna yang cenderung cerah, seperti merah menyala (sering disebut 'abang abang'), kuning emas, dan hijau terang, memberikan kesan dinamis dan penuh semangat, kontras dengan warna-warna cokelat soga yang mendominasi batik pedalaman. Proses pembuatannya yang sepenuhnya mengandalkan canting dan tangan menghasilkan tekstur dan detail yang tak tertandingi, menjadikannya incaran para kolektor batik sejati.
Representasi sederhana elemen motif akulturasi Lasem.
Kekuatan utama batik Lasem terletak pada proses pengerjaannya yang otentik. Sebagai batik tulis, setiap motif diciptakan dengan menorehkan cairan malam (lilin panas) menggunakan canting secara manual pada kain primisima atau katun berkualitas tinggi. Proses ini memerlukan konsentrasi penuh dan keahlian tinggi. Jika satu sentimeter motif naga yang rumit memakan waktu berjam-jam, maka selembar kain batik utuh bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan oleh satu perajin.
Tahap pewarnaan adalah momen krusial yang menentukan karakter Lasem. Karena banyak motif Tiongkok yang membutuhkan warna merah terang, para perajin Lasem mahir dalam mengolah bahan pewarna alami untuk menghasilkan merah yang tahan lama dan hidup. Proses pencelupan berulang kali dan penutupan area yang tidak diinginkan dengan malam menjadi ritual panjang yang membutuhkan ketelitian ekstra. Inilah mengapa harga batik tulis Lasem sepadan dengan waktu, tenaga, dan seni yang terkandung di dalamnya.
Sayangnya, seperti banyak seni tradisional lainnya, batik tulis Lasem kini menghadapi tantangan besar. Generasi muda cenderung beralih ke pekerjaan lain yang menawarkan kepastian ekonomi lebih cepat, menyebabkan regenerasi perajin batik semakin sulit. Selain itu, biaya produksi yang tinggi dan persaingan dengan batik cetak atau cap yang murah semakin menekan para pengrajin yang mempertahankan metode tradisional.
Upaya pelestarian terus dilakukan, baik oleh pemerintah daerah maupun komunitas pecinta batik. Edukasi mengenai nilai intrinsik batik tulis Lasem menjadi kunci agar masyarakat menghargai keaslian dan kerja keras di balik setiap helai kain. Batik Lasem bukan hanya kain; ia adalah narasi visual dari sejarah maritim Indonesia, cerminan toleransi budaya, dan puncak keterampilan seni membatik yang harus kita jaga agar tetap lestari untuk generasi mendatang. Memiliki sepotong batik tulis Lasem berarti memiliki sepotong sejarah yang bisa dikenakan.